Rabu, 15 Juni 2011

Hand out TM 1

MERANCANG KAPAL
Tujuan:
Mencari ukuran utama kapal yang
 memenuhi hukum-hukum keseimbangan benda terapung
 memenuhi permintaan pemesan
 memenuhi persyaratan/peraturan yang berlaku
 beaya investasi dan/atau operasi semurah mungkin
Buku acuan:
 Thomas Lamb, Ed., “Ship Design and Construction”, SNAME, Jersey City, NJ, 2003
o Michael G. Parsons, Chapter 11 “Parametric Design”
 H. Schneekluth & V. Bertram, “Ship Design for Efficiency and Economy”, 2nd ed., Butterworth-Heinemann, Oxford, 1998
 D.G.M. Watson, “Practical Ship Design”, Elsevier, Amsterdam, 1998.
 Robert Taggart, Ed., “Ship Design and Construction”, SNAME, 1980.
Buku pendukung:
Untuk perkiraan Propulsive Coefficient dan diameter baling-baling
• D.G.M. Watson, “Practical Ship Design”, Elsevier, Amsterdam, 1998.
o Chapter 7 – Powering II, Section 7.5 Propulsive Efficiency
• H. Schneekluth & V. Bertram, “Ship Design for Efficiency and Economy”, 2nd ed., Chapter 6, Butterworth-Heinemann, Oxford, 1998
Untuk perhitungan pendekatan stabilitas
• George C. Manning, “The Theory and Technique of Ship Design”, Appendix I – Computation of Righting Arms from Principal Dimensions and Coefficients, The Technology Press of the Massachusetts Institute of Technology, Massachusetts, 1956
Untuk perkiraan jumlah ABK:
• Amelio D’Arcangelo, “Ship Design and Construction”, SNAME, Jersey City, 1969
• Harry Benford, “General Cargo Ship Economics & Design”, College of Engineering, the University of Michigan, 1962
Lingkup pekerjaan
• Mencari ukuran utama sesuai tujuan di atas
• Merancang dan menggambar Rencana Garis
• Merancang dan menggambar Rencana Umum
• Membuat Laporan Pekerjaan
• Menyiapkan diri untuk Ujian Tugas Merancang I
Design requirements
Yang diberikan umumnya adalah
 Jenis muatan, muatan bersih dalam ton, atau jumlah container, jumlah dan kelas penumpang, jumlah dan jenis kendaraan, GT (kapal ikan) dsb.
 Kecepatan dinas dan kecepatan percobaan
 Radius pelayaran (tidak harus)
 Pembatasan ukuran utama kapal karena melewati terusan atau kedalaman perairan di pelabuhan dll.
 Lain-lain
Statutory regulations
 SOLAS (International Convention for the Safety of Life at Sea 74/78)
 MARPOL (International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 73/78)
 International Convention on Load lines 1966 and Protocol of 1988, as amended in 2003, Consolidated Edition 2005
 International Convention on Tonnage Measurements of Ships 1969
 Code on Intact Stability Criteria for All Types of Ships Covered by IMO Instruments, 2002 Edition, IMO, London
 Peraturan Biro Klasifikasi terbaru
 “Convention on the International Regulations for Preventing Collisions at Sea, 1972”, Consolidated Edition 2002, IMO, London, 2002.
 “Maritime Labour Conventions and Recommendations”, International Labour Organization, Geneva, 1994
o Accommodation of Crews Convention (Revised), 1949 (No. 92)
o Accommodation of Crews (Supplementary Provisions) Convention, 1970 (No. 133)
o Crew Accommodation (Air Conditioning) Recommendation, 1970 (No. 140)
o Crew Accommodation (Noise Control) Recommendation, 1970 (No. 141)
Langkah pengerjaan
Dalam merancang kapal ada 2 kelompok cara:
o point based design: dalam kelompok ini dicari satu ukuran utama kapal dengan berbagai metode (mis. cara Manning, Mandelli dsb.), kemudian diperiksa apakah semua ketentuan dan persyaratan dipenuhi. Kalau ada ketentuan dan persyaratan yang tidak dipenuhi, ukuran utama dirubah/dikoreksi supaya memenuhi. Proses perubahan/koreksi ini disebut “spiral design” dan menghasilkan satu ukuran utama. Kelemahannya, karena harga tidak dihitung, kita tidak tahu hasil ukuran utama tadi mahal atau murah. Dalam proses ini tidak dilakukan optimisasi.
o Set based design: dalam kelompok ini dihitung banyak ukuran utama dengan memvariasikan angka Froude, perbandingan ukuran utama, koefisien bentuk dan letak LCB (sebagai variable) secara sistematis (bukan acak). Banyaknya variasi disesuaikan kebutuhan dan ketelitian yang diinginkan. Semua ukuran utama ini diperiksa apakah semua ketentuan dan persyaratan dipenuhi dan berapa besar beayanya, baik investasi maupun operasional atau yang lain. Kalau ada ketentuan dan persyaratan yang tidak dipenuhi, ukuran utama yang bersangkutan dibuang. Proses menuju titik optimum dilakukan dengan membuang harga variable (misalnya harga L/B = 5.5) yang tidak/sedikit sekali menghasilkan ukuran utama yang memenuhi semua ketentuan dan persyaratan dan mengambil harga variable yang baru (misalnya harga L/B = 6) yang diharapkan memberikan lebih banyak ukuran utama yang memenuhi semua ketentuan dan persyaratan. Dari semua ukuran utama yang memenuhi semua ketentuan dan persyaratan dipilih yang beayanya terendah atau fungsi obyektif yang lain. Maka kita tahu harga kapal kita tidak akan mahal. Kekurangannya, dibutuhkan banyak perhitungan.

Tujuan point terakhir: beaya investasi dikalikan dengan operasi semurah mungkin, secara tidak langsung menunjuk pada proses optimisasi dan cara set based design. Tetapi karena dalam urutan mata kuliahnya Tugas Merancang 1 diberikan lebih dahulu, maka dipakai metode optimisasi “comprehensive search” yang tanpa pengolahan matematis, tetapi menghitung saja dan hasil akhirnya dibandingkan.
Metode ini diperkenalkan oleh R.D. Murphy, D.J. Sabat, R.J. Taylor dalam papernya “Least Cost Ship Characteristics by Computer Techniques”, Marine Technology, April 1965.

Langkah pengerjaan yang diberikan di bawah ini bukanlah satu-satunya langkah yang dapat dipakai untuk merancang kapal.
Contoh menyusun 256 set ukuran utama
 Dari Buku Register Kapal atau sumber lainnya, carilah kapal pembanding sebanyak-banyaknya yang DWTnya (atau GT atau banyaknya kendaraan atau TEU atau lainnya yang sesuai) 20 % lebih kecil sampai 30 % lebih besar dari muatan bersih (atau GT atau kendaraan atau TEU atau lainnya yang sesuai) yang diminta, dan catat sumber dengan jelas (fotocopy halaman sumber atau nama sumber dan no. halaman) dan catat ukuran utamanya dan data lain yang dibutuhkan. Tahun pembuatan kapal sebaiknya tahun 1990 atau sesudahnya. Untuk kapal-kapal yang ukuran utamanya tepat sama (sister ships) dihitung sebagai 1 kapal dan sisanya dibuang. Karena selisih DWT dengan payload tidak besar (10% atau kurang), dan ini diperlukan hanya untuk mendapatkan harga awal, maka selisih tadi tidak mengganggu. Atau bisa juga payload dihitung sebagai DWT – (fuel + fresh water).

 Untuk memperkirakan radius pelayaran, dapat dipakai cara berikut:
untuk tiap kapal dicatat kecepatan [knot], daya motor induk total [kW] dan tangki bahan bakar [m3 atau ton]. Cari dari handbook atau lainnya pemakaian bahan bakar dalam kg/(kW.jam), (Taggart misalnya memberikan 225 gram/(SHP.jam) ditambah 25 % untuk lain-lain) didapat pemakaian bahan bakar dalam kg/jam. Jam layar didapat dari 90 % banyaknya bahan bakar dibagi pemakaian per jam. Radius pelayaran didapat dari jam layar dikalikan kecepatan.

 Untuk memperkirakan kebutuhan daya listrik, dapat dipakai cara berikut: untuk tiap kapal dicatat daya motor bantu atau generating set total [kW].

 Buatlah grafik-grafik dengan absis dwt (atau TEU atau penumpang atau lainnya yang sesuai) dan ordinat
o tiap ukuran utama kapal L, B, T, H
o radius pelayaran
o kecepatan dinas
o kebutuhan tenaga listrik
Persamaan regresi dapat dipilih linear, kuadrat, exponensial, log, power, atau lainnya, ambil yang memberikan koefisien tidak kecil sekali. Pilih yang R2 nya terbesar tanpa membuang satupun kapal pembanding. Jangan dipakai harga 0,0,0,0,…

 Untuk motor induk, Buatlah grafik dengan absis angka Froude dan daya motor induk sebagai ordinat, lalu lakukan regresi seperti di atas.

 Bacalah grafik-grafik pada payload yang diminta, didapatkan
• ukuran utama dasar
• radius pelayaran dasar
• kecepatan dasar
• daya motor induk dasar
• kebutuhan tenaga listrik dasar

 Hitung angka Froude dari ukuran utama dasar dan kecepatan yang diminta -> Fn0. Angka Froude dipilih sebagai variable sebab angka ini menghubungkan kecepatan dengan panjang, dan nantinya dengan koefisien blok, jadi secara umum menentukan besar kapal.
 Tentukan 4 angka Froude: Fn0 – 5%, Fn0 – 1,667%, Fn0 + 1.667%, Fn0 + 5%, sehingga didapatkan 4 harga L
 Dari ukuran utama dasar hitunglah L0/B0, lalu ambillah L0/B0 – 5%, L0/B0 – 1,667%, L0/B0 + 1,667%, L0/B0 + 5%. Jadi untuk setiap L akan ada empat B, jadi ada 16 pasang ukuran.
 Dari ukuran utama dasar hitunglah B0/T0, lalu ambillah B0/T0 – 5%, B0/T0 – 1,667%, B0/T0 + 1,667%, B0/T0 + 5%. Jadi untuk setiap B ada empat T, sehingga ada 64 set ukuran utama
 Dari ukuran utama dasar hitunglah T0/H0, lalu ambillah T0/H0 – 5%, T0/H0 – 1,667%, T0/H0 + 1,667%, T0/H0 + 5%. Jadi untuk setiap T ada empat H, sehingga ada 256 set ukuran utama
 Dari angka Froude hitunglah Cb dengan rumus Watson-Gilfillan atau Townsin, Cm dan Cwp dapat dicari di Parsons Chapter 11, demikian juga letak LCB. Jadi untuk tiap L ada satu Cb, satu Cm, satu Cwp dan satu LCB. Rumus dipilih yang memberikan harga koefisien yang sesuai (besar atau kecil) untuk jenis kapal yang dirancang.
 Jika ada pembatasan ukuran utama karena lewat terusan, batas-batas lihat di Schneekluth Table 1.1.
Melakukan perhitungan dan pemeriksaan yang diperlukan/disyaratkan
Kemudian untuk tiap set ukuran utama (semua ada 256 set) dilakukan
 perhitungan hambatan kapal
Kapankah suatu kapal sebaiknya memakai bulbous bow?
Membuat linggi haluan dengan bulb lebih mahal dari pada membuat linggi haluan biasa, jadi bulb hanya dipilih jika memang mengurangi hambatan.
 Watson (1998)
Untuk daerah pemakaian bulb, lihat section 8.2.1 dan Fig. 8.1 hal. 232 - 233. Pada gambar, garis terbawah adalah garis yang menyatakan bahwa pemakaian bulb tidak memberikan keuntungan. Jadi di bagian bawah gambar sampai garis tersebut kapal tidak usah memakai bulbous bow. Garis yang di tengah menunjukkan bahwa pemakaian bulbous bow memberikan keuntungan 5 % (dari hambatan). Garis paling atas menunjukkan keuntungan 10 %. Jadi kalau keuntungan 5 % atau lebih, sebaiknya memakai bulbous bow.
 Lewis – PNA II (1988)
Section 8.11 membahas bulbous bow yang diuji di MARIN oleh Muntjewerf (1970). Bentuk haluan adalah cylindrical bow, lihat Fig. 77. Luas bulb dibandingkan luas gading besar sebagai fungsi Fn dan CB diberikan dalam Fig. 78 dan pengurangan hambatannya dalam Fig. 79.
Untuk letak LCB yang baik pada kapal dengan bulbous bow, lihat Fig. 8.8.

Kapankah suatu kapal sebaiknya memakai transom stern?
 Schneekluth (1998)
Transom stern dipilih berdasarkan Fn kapal. Lihat Section 2.5 hal. 54 – 55 dan gambar Fig. 2,24 dan 2.25.

Macam-macam bentuk buritan dan kemudi, lihat Taggart chapter XII section 1.8, Fig. 22.

Menghitung hambatan dengan metode Holtrop-Mennen. Metode ini membutuhkan input
o ukuran utama (LWL, B, Ta, Tf ). Untuk LWL bisa diambil harga 1.04 LPP.
o koefisien (CB, CM, CWP)
o letak memanjang LCB dalam % L
o volume displasemen (dapat dihitung)
o koefisien bentuk badan belakang cstern. Lihat Watson hal. 182
o luas penumpang bulb ABT, lihat catatan di atas.
o tinggi titik berat penumpang bulb hB (sekitar 0.58 tinggi bulb untuk bentuk tetes air terbalik)
o luas transom waktu kapal diam AT, lihat catatan di atas.
o luas kemudi (dari rules atau sumber lain), luas bilge keel (lihat Watson (1998) section 8.7.4 rumus 8.9 dan 8.10 hal. 254) dan luas appendages lainnya
o sedang untuk panjang run LR, WSA, setengah sudut masuk bidang air iE (dalam derajat) disediakan rumus pendekatan
Hasilnya adalah hambatan kapal dalam Newton, dengan kulit kapal dalam keadaan bersih dan laut tenang. Pada harga ini ditambahkan “sea margin” sebesar 15 % untuk kulit kapal dalam keadaan kasar dan laut bergelombang dan harga ini yang dipakai untuk merancang baling-baling.

 perancangan baling-baling
(jika diminta) lihat file “Merancang baling-baling”

 perhitungan perkiraan daya motor induk
didapat berdasarkan PC yang dapat diperkirakan dengan rumus Emerson 7.21. Untuk memperkirakan diameter baling-baling berdasarkan rumus 7.22 (Watson 1998). Untuk margin daya motor induk, lihat BKI Vol. III Rules for Machinery Installations Edition 2000 Section 2.A.3. Untuk efisiensi sterntube dan bantalan poros, diberikan rumus [71] oleh Parsons.

 perhitungan jumlah ABK
dari Amelio D’Arcangelo atau Henry Benford atau yang lain. Angka yang didapat adalah jika sama sekali tidak ada otomatisasi. Jika ada otomatisasi, banyak ABK bisa berkurang, tetapi harus disediakan Ruang Kontrol Permesinan dalam Kamar Mesin dan di anjungan.

 Perhitungan massa dan titik pusat massa bagian-bagian deadmass
o perhitungan kebutuhan bahan bakar (termasuk untuk lain-lain 25%), minyak lumas, air tawar dan makanan
 Parsons (2003)
• Untuk fuel oil, diberikan rumus [45] dan data. Jenis fuel oil ditentukan oleh jenis motor:
o motor putaran lambat (< 400 rpm) memakai heavy fuel oil (HFO), biasanya dayanya > 3000 kW
o motor putaran sedang (400 rpm < 700 atau 1000 rpm) memakai marine fuel oil (MFO), biasanya dayanya 1000 kW < power < 3000 kW o motor putaran cepat (>1000 rpm) memakai diesel oil (DO), biasanya dayanya < 1000 kW o tetapi sekarang, motor putaran sedang bisa juga memakai HFO o harga DO dan MFO beda harganya hanya sedikit, tidak seperti dulu o jika bisa dipakai fuel oil yang sama antara motor induk dan motor bantu, dipakai minyak yang sama karena hanya dibutuhkan 1 sistem • Untuk minyak lumas, diberikan rumus [46] dan data • Untuk air tawar, diberikan rumus [47] dan data • Untuk massa crew, diberikan rumus [48] dan data • Untuk provision and stores, diberikan rumus [49] dan data o perhitungan titik pusat massa bagian-bagian DWT (payload, fuel, oil, water, provision etc.) Untuk muatan di bawah geladak, dapat diambil KGmuatan = hDB + 0.55(H – hDB) Untuk muatan tangki di dasar ganda, KGtangki = 0.55hDB Untuk provision, KGprov = H + 0.5 tinggi bangunan atas Untuk ABK, KGABK = H + 1.5 tinggi bangunan atas Untuk kapal yang mempunyai muatan geladak, jangan lupa massa dan titik pusat massa muatan geladaknya.  perhitungan massa dan titik pusat massa bagian-bagian lightmass o perhitungan massa dan titik pusat massa baja kapal  Watson (1998) Dalam section 4.2.1 dipakai dasar numeral E yang pernah dipakai LR sebelum 1965: dengan adalah panjang dan tinggi bangunan yang lebarnya sama dengan lebar kapal, biasanya berarti bangunan atas (superstructures) adalah panjang dan tinggi bangunan yang lebarnya kurang dari lebar kapal, biasanya berarti rumah geladak (deckhouses). Dengan dasar E ini diberikan rumus (4.3) dan grafik Fig. 4.1 dan Table 4.1. Grafik dan rumus ini dibuat untuk CB = 0.7 pada sarat = 0.8 D. Untuk CB yang lain, tetapi sarat tetap = 0.8 D, diberikan rumus (4.2). Hubungan antara CB pada sarat 0.8D dengan CB pada sarat kapal sebenarnya diberikan dalam rumus (3.10) dan grafik Fig. 3.6. Atau dapat dipakai koreksi seperti yang diberikan oleh Parsons, rumus [36] dan rumus [37].  Parsons (2003) Untuk massa, hanya mengambil dari Watson-Gilfillan. Ada cara lain untuk menghitung massa bangunan atas dan data. Untuk titik pusat massa baja kapal, diberikan rumus [50] dari Kupras dan rumus [51] dari Watson  Schneekluth (1998) Section 5.1 hal. 153 - 154 memberikan rumus dari beberapa orang: • untuk container ship: Miller (1968) • untuk dry cargo vessels: Kerlen (1985) dan Watson & Gilfillan (1977) • untuk tanker: det Norske Veritas (1972). Rumus ini hanya berlaku untuk L/D = 10 – 14, L/B = 5 – 7, L = 150 – 480 m. • untuk supertanker: Sato (1967) • untuk bulk carrier: Murray (1964-65), det Norske Veritas (1972) • untuk cargo ships: Harvald & Jensen (1992) • untuk dry cargo ships: Schneekluth (1998), hal. 155-158 dengan koreksi-koreksinya • untuk kapal container: Schneekluth (1998), hal. 158-163 dengan koreksi-koreksinya • untuk superstructure dan deckhouses: Schneekluth (1998), hal. 163-165. Untuk letak titik pusat massa baja, dibahas dalam hal. 163-165, ada rumus dan data. o perhitungan massa dan titik pusat massa permesinan  Watson (1998) Untuk motor induk, diberikan rumus (4.9) dan Fig. 4.15 untuk motor Diesel putaran rendah dan menengah. Data lain lihat hal. 110. Untuk massa sisanya diberikan rumus (4.10) dan Fig. 4.16 untuk beberapa macam jenis kapal. Untuk instalasi diesel-electric diberikan rumus (4.11) dan grafik Fig. 4.17.  Parsons (2003) Untuk massa, hanya mengambil dari Watson Untuk letak titik pusat massa permesinan, diberikan rumus [52] dan [53] dan pembahasan  Schneekluth (1998) memberikan data untuk massa motor induk putaran rendah dan menengah, hal. 175. Untuk massa gearbox ada di hal. 175 juga. Cara lain: massa permesinan dibagi dalam 4 kelompok, hal. 175-177: • unit propulsi: motor induk, gearbox, sistem poros dan baling-baling • unit listrik: generator dan motor penggeraknya, diesel atau turbin • massa lain-lain: pompa, pipa, kabel listrik, kotak distribusi, kompresor, botol udara dan isi Kamar Mesin lainnya. • massa khusus, untuk kapal tanker dan kapal pendingin. Letak titik pusat massa permesinan dibahas pada hal. 177. o perhitungan massa dan titik pusat massa peralatan dan perlengkapan  Watson (1998) Untuk massa diberikan grafik Fig. 4.12 dengan LBP sebagai absis dan sebagai ordinat untuk beberapa macam jenis kapal dan Fig. 4.13 dengan B sebagai absis dan sebagai ordinat.  Parsons (2003) Untuk massa, hanya mengambil dari Watson. Untuk titik pusat massa, diberikan rumus [54] dan pembahasan.  Schneekluth (1998) diberikan beberapa rumus: • untuk kapal penampang: hal. 167 • untuk kapal penampang dengan geladak kendaraan yang luas atau kapal penampang dengan penampang geladak: hal. 168 • untuk kapal barang muatan kering, kapal container, bulk carrier tanpa crane, tanker minyak mentah: hal. 168 • untuk dry cargo ships and coastal motor vessel: Henschke (1965) hal. 168 • untuk kapal pendingin: Carreyette (1978) • cara lain: peralatan dan perlengkapan dibagi dalam 4 kelompok: hal. 169-173 o kelompok 1: hatchway covers o kelompok 2: cargo handling/access equipments o kelompok 3: living quarters o kelompok 4: miscellaneous Letak titik pusat massa dibahas pada hal. 172-173, ada rumus untuk dry cargo ships dan tanker.  perhitungan massa dan titik pusat massa gabungan LWT  Watson (1998) Letak titik pusat massa kapal kosong dibahas dalam section 4.8, tetapi tidak ada rumus.  perhitungan massa dan titik pusat massa gabungan LWT + DWT Data dari perhitungan di atas, lalu tambahkan margin 3 – 6 % untuk berat (Taggart, kapal kecil margin lebih besar)  perhitungan stabilitas utuh (intact stability) Dengan Appendix I Manning. Metode Barnhart dan Thewlis ini membutuhkan input o ukuran utama kapal (L, BW, B, H, DM) o sheer SF, SA (untuk sheer standard ambil dari peraturan freeboard) o panjang dan tinggi bangunan atas yang selebar kapal (Ld dan d): poop 0.3 – 0.35L dan forecastle 0.05L - 0.15L, tinggi menurut peraturan freeboard o koefisien bentuk (CW, CX) o tinggi titik berat KG didapat dari hitungan titik berat gabungan di atas o pembacaan Fig. A-14 untuk faktor h0, h1, dan h2,  h0 dibaca dari garis f = 0, dengan pers.: h0 = CPV/3 + 1/6 =(2CPV + 1)/6  h1 dibaca dari garis f = 0.5, dengan pers.: h1 = 1/15 + 19CPV/30 – 0.2CPV2 = (2 + 19CPV – 6 CPV2)/30  h2 dibaca dari garis f = 1.0, dengan pers.: h2 = -7/30 + 158CPV/90 – 44CPV2/30 + 4CPV3/9 = (-21 +158CPV -132CPV2 + 40CPV3)/90 o Fig. A-15 untuk faktor CI dan CI’  CI dibaca dari line 1, dengan pers.: CI = (3CW + 22CW2)/300  CI’ dibaca dari line 2, dengan pers.: CI’ = (38CW – 13)/300 Hasilnya adalah kurva stabilitas statis o hitunglah untuk tiap 50 supaya nanti luas mudah dihitung dengan cara Simpson o pemeriksaan syarat IMO untuk intact stability (termasuk SOLAS)  perhitungan freeboard, consolidated edition 2005 o jenis kapal o koreksi depth o tabular freeboard o koreksi bangunan atas o koreksi untuk L < 100m o koreksi sheer o koreksi block coefficient o koreksi minimum bow height dan reserve buoyancy Untuk koreksi sheer: jika kapal memakai sheer standard, maka koreksi sheer = 0, tetapi kapal yang tanpa sheer (geladaknya lurus) ada koreksi sheer yang cukup besar. Ada Peraturan Garis Muat Indonesia PGMI untuk kapal yang hanya berlayar di dalam negeri misalnya ferry ro-ro rute air tenang (tidak semua, ke Singapura, Malaysia atau Filipina adalah pelayaran internasional), kapal barang sekitar 5000 DWT ke bawah. Selain itu harus dipakai peraturan International Load Line Convention 1966 Consolidated Edition 2005, yang banyak berbeda dari PGMI.  perhitungan tonase kapal Berdasarkan International Convention on Tonnage Measurement of Ships 1969. Yang termasuk dalam GT adalah volume badan kapal sampai geladak teratas ditambah semua bangunan beratap, baik superstructure maupun deckhouse seperti yang dipakai dalam menghitung E untuk massa baja.  pemeriksaan sarat dan trim Untuk sarat, harga mutlak selisih gaya apung dan jumlah gaya berat harus kurang dari 0.5%. Untuk trim, harga mutlak selisih LCB dan LCG harus kurang dari 0.1%L -bisa diperbaiki dengan menggeser letak tangki-tangki - berdasarkan Rencana Umum awal. Parsons memberikan rumus [56] untuk menghitung trim.  pemeriksaan volume ruang muat dan/atau luas geladak  R.E. Thomas & O.O. Thomas Untuk stowage factor berbagai macam muatan, dapat dilihat dalam “Stowage, The Properties and Stowage of Cargoes”, 6th ed. Brown, Son and Ferguson Nautical Publishers, Glasgow, 1968. Dalam satuan Inggris. Dapat juga dilihat dalam: Robert J Meurn & Charles L. Sauerbier, “Marine Cargo Operations, A Guide to Stowage”, Cornell Maritime Press, Centreville, Maryland, 2004.  Watson (1998) Diberikan 3 rumus, Rumus (3.6) menghitung volume di bawah geladak termasuk tambahan volume karena camber dan sheer kapal. Cbd dihitung sampai tinggi geladak. Ini adalah volume yang tersedia (available). Hubungan antara Cb pada tinggi geladak dan Cb pada sarat rancang diberikan pada rumus (3.10) atau rumus setelah (3.10) atau grafik Fig. 3.6. Rumus (3.7) menghitung volume yang dibutuhkan (required) di bawah geladak dibagi menjadi dua bagian, yaitu kebutuhan volume muatan Vm dan kebutuhan volume lain-lain Vo (misalnya ruang untuk permesinan, tangki-tangki, ceruk dsb) di bawah geladak. Rumus (3.8) menghitung volume yang dibutuhkan berdasarkan volume yang dibutuhkan muatan di bawah geladak dengan koefisien Kc yang dapat dibaca dari Fig. 3.5 untuk kapal tanker, bulk carrier, container dan kapal pendingin. Jadi hasil (3.6) harus sedikit lebih besar dari hasil (3.7) atau 3.8). Volume Ruang Permesinan dapat diperkirakan dari chapter 5 point (39) – (41) hal. 141 berdasarkan berat permesinan.  Parsons (2003) Untuk kapal container, ruang yang tersedia (available) dapat dipakai rumus [90]. Ini dibandingkan dengan volume yang dibutuhkan.  Schneekluth (1998) Dalam section 3.4 diberikan rumus untuk volume ruang muat, hal. 101. Ada juga perbandingan volume container dengan gross volume ruang muat (termasuk wing tank), hal. 104. Untuk tanker, volume yang tersedia harus 4 – 6 % lebih besar dari volume yang dibutuhkan. Untuk kapal general cargo, volume yang tersedia harus 8 – 10 % lebih besar dari volume yang dibutuhkan. Untuk kapal container, banyaknya container yang bisa dimuat harus 3 – 5 % lebih besar dari permintaan. Untuk kapal penumpang dan ferry, jika yang dipakai sebagai acuan adalah luas kabin per sejumlah penumpang (2 atau 4 orang/kabin atau lebih), maka hasilnya masih harus ditambah 40 – 60 % untuk gang/lorong, WC/KM, ruang makan dll. kecuali jika yang lain tersebut dihitung sendiri.  perhitungan beaya investasi dikalikan dengan beaya operasi Lihat Watson (1998) chapter 18. Beaya dibagi menjadi structural cost, outfit cost dan machinery cost. Lihat Fig. 18.10, 18.11 dan 18.12 dengan acuan tahun 1993 dalam US $. Dapat dipakai sumber lain asal jelas.  perhitungan lain yang diminta, misalnya periode oleng Jika tidak ada atau sedikit sekali yang lolos, maka criteria – misalnya selisih gaya apung dan jumlah gaya berat, selisih kebutuhan dan penyediaan gaya dorong dan lain-lain bisa diperlonggar seperlunya supaya cukup banyak yang lolos dan terlihat ke mana set ukuran utama harus “dijalankan”. Setelah banyak yang lolos, sambil berjalan criteria mulai diperketat sampai seperti seharusnya dan selanjutnya dihitung harga kapal kali beaya operasi. Untuk “berjalan” ini kita pakai cara berikut: Misalnya 256 set ukuran utama disusun sebagai berikut: A B C D E F 1 No OK(=1)/not OK (=0) Fn L/B B/T T/H 2 1 1 (B2) Fn<< L/B<< B/T<< T/H<< 3 2 0 T/H< 4 3 1 T/H>
5 4 T/H>>
6 5 B/T< T/H<< 7 6 T/H< 8 7 T/H>
9 8 T/H>>
10 9 B/T> T/H<< 11 10 T/H< 12 11 T/H>
13 12 T/H>>
14 13 B/T>> T/H<< 15 14 T/H< 16 15 T/H>
17 16 T/H>>
18 17 L/B< B/T<< T/H<< 19 18 T/H< 20 19 T/H>
21 20 T/H>>
22 21 B/T< T/H<< 23 22 T/H< 24 23 T/H>
25 24 T/H>>
26 25 B/T> T/H<< 27 26 T/H< 28 27 T/H>
29 28 T/H>>
30 29 B/T>> T/H<< 31 30 T/H< 32 31 T/H>
33 32 T/H>>
34 33 L/B> B/T<< T/H<< 35 34 T/H< 36 35 T/H>
37 36 T/H>>
38 37 B/T< T/H<< 39 38 T/H< 30 39 T/H>
41 30 T/H>>
42 41 B/T> T/H<< 43 42 T/H< 44 43 T/H>
45 44 T/H>>
46 45 B/T>> T/H<< 47 46 T/H< 48 47 T/H>
49 48 T/H>>
50 49 L/B>> B/T<< T/H<< 51 50 T/H< 52 51 T/H>
53 52 T/H>>
54 53 B/T< T/H<< 55 54 T/H< 56 55 T/H>
57 56 T/H>>
58 57 B/T> T/H<< 59 58 T/H< 60 59 T/H>
61 60 T/H>>
62 61 B/T>> T/H<< 63 62 T/H< 64 63 T/H>
65 64 T/H>>
Pola ini akan terulang untuk Fn<, Fn> dan Fn>> sehingga mencakup 256 set ukuran utama.

Selanjutnya kita buat tabel berikut. B2 adalah letak kotak pada tabel di atas dalam bahasa spreadsheet.
No Fn<< Fn< Fn> Fn>> L/B<< L/B< L/B> L/B>> B/T<< B/T< B/T> B/T>> T/H<< T/H< T/H> T/H>>
1 =B2 =B2 =B2 =B2
2 =B3 =B3 =B3 =B3
3 =B4 =B4 =B4 =B4
4 =B5 =B5 =B5 =B5
5 =B6 =B6 =B6 =B6
6 =B7 =B7 =B7 =B7
7 =B8 =B8 =B8 =B8
8 =B9 =B9 =B9 =B9
9 =B10 =B10 =B10 =B10
10 =B11 =B11 =B11 =B11
11 =B12 =B12 =B12 =B12
12 =B13 =B13 =B13 =B13
13 =B14 =B14 =B14 =B14
14 =B15 =B15 =B15 =B15
15 =B16 =B16 =B16 =B16
16 =B17 =B17 =B17 =B17
17 =B18 =B18 =B18 =B18
18 =B19 =B19 =B19 =B19
19 =B20 =B20 =B20 =B20
20 =B21 =B21 =B21 =B21
21 =B22 =B22 =B22 =B22
22 =B23 =B23 =B23 =B23
23 =B24 =B24 =B24 =B24
24 =B25 =B25 =B25 =B25
25 =B26 =B26 =B26 =B26
26 =B27 =B27 =B27 =B27
27 =B28 =B28 =B28 =B28
28 =B29 =B29 =B29 =B29
29 =B30 =B30 =B30 =B30
30 =B31 =B31 =B31 =B31
31 =B32 =B32 =B32 =B32
32 =B33 =B33 =B33 =B33
33 =B34 =B34 =B34 =B34
34 =B35 =B35 =B35 =B35
35 =B36 =B36 =B36 =B36
36 =B37 =B37 =B37 =B37
37 =B38 =B38 =B38 =B38
38 =B39 =B39 =B39 =B39
39 =B40 =B40 =B40 =B40
30 =B41 =B41 =B41 =B41
41 =B42 =B42 =B42 =B42
42 =B43 =B43 =B43 =B43
43 =B44 =B44 =B44 =B44
44 =B45 =B45 =B45 =B45
45 =B46 =B46 =B46 =B46
46 =B47 =B47 =B47 =B47
47 =B48 =B48 =B48 =B48
48 =B49 =B49 =B49 =B49
49 =B50 =B50 =B50 =B50
50 =B51 =B51 =B51 =B51
51 =B52 =B52 =B52 =B52
52 =B53 =B53 =B53 =B53
53 =B54 =B54 =B54 =B54
54 =B55 =B55 =B55 =B55
55 =B56 =B56 =B56 =B56
56 =B57 =B57 =B57 =B57
57 =B58 =B58 =B58 =B58
58 =B59 =B59 =B59 =B59
59 =B60 =B60 =B60 =B60
60 =B61 =B61 =B61 =B61
61 =B62 =B62 =B62 =B62
62 =B63 =B63 =B63 =B63
63 =B64 =B64 =B64 =B64
64 =B65 =B65 =B65 =B65
Sum Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ
Pola di atas diulang untuk Fn<, Fn> dan Fn>>, lalu masing-masing kolom dihitung jumlahnya.
Jumlah-jumlah ini kemudian dimasukkan dalam
Tabel banyaknya set ukuran utama yang memenuhi semua constraint.
Fn L/B B/T T/H
OK Rp. min OK Rp. Min OK Rp. min OK Rp. Min
<< < >
>>
Jumlah

Untuk hasil seperti di bawah ini, maka
Fn
OK Rp. min
-5% 5
-1,67% 10
+1.67% 15
+5% 20
• jika Fn diambil lebih besar, akan lebih banyak set yang memenuhi, jadi Fn0 - 5% dibuang dan diganti oleh Fn0 + (5 + 3.33)%, sehingga yang dipakai adalah Fn0 – 1,667%, Fn0 + 1.667%, Fn0 + 5%, Fn0 + 8.33%. Kita terus menambah atau mengurangi dengan 3,33% sampai harga set maksimum ada di baris ke 2 atau 3.

L/B
OK Rp. min
-5% 25
-1,67% 18
+1.67% 11
+5% 2
• jika L/B diambil lebih kecil, akan lebih banyak set yang memenuhi, jadi L0/B0 + 5% dibuang dan diganti oleh L0/B0 + (-5 - 3.33)%, sehingga yang dipakai adalah L0/B0 – 8.33%, L0/B0 –5%, L0/B0 – 1.667%, L0/B0 + 1.667%. Kita terus menambah atau mengurangi dengan 3,33% sampai harga set maksimum ada di baris ke 2 atau 3.

B/T
OK Rp. Min
-5% 0
-1,67% 0
+1.67% 2
+5% 5
• jika B/T diambil lebih besar, akan lebih banyak set yang memenuhi, jadi B0/T0 - 5% dibuang dan diganti oleh B0/T0 + (5 + 3.33)%, sehingga yang dipakai adalah B0/T0 – 1,667%, B0/T0 + 1,667%, B0/T0 + 5%, B0/T0 + 8.33%. Kita terus menambah atau mengurangi dengan 3,33% sampai harga set maksimum ada di baris ke 2 atau 3.

T/H
OK Rp. Min
-5% 0
-1,67% 0
+1.67% 0
+5% 0
• Jika tidak ada T/H yang memenuhi, constraintnya diperlonggar seperlunya sehingga paling sedikit ada 1 baris yang memenuhi. Selanjutnya harga T0/H0 dikurangi atau ditambah sesuai keadaan dengan cara seperti di atas. Kita terus menambah atau mengurangi dengan 3,33% sampai harga set maksimum ada di baris ke 2 atau 3.


Contoh hasilnya adalah seperti berikut:
Fn L/B B/T T/H
OK Rp. min OK Rp. Min OK Rp. min OK Rp. Min
<< 12 17 12 7 < 16 19 21 19 > 20 15 19 23
>> 18 13 12 15
Jumlah 64 64 64 64
Jumlah ini harus sama semuanya
Jika hasilnya sudah seperti di atas, maka harga 3,33% dapat diperkecil misalnya menjadi 1,11%, (sebagai ujung ambil baris 2 dan baris 3) supaya lebih banyak kapal yang memenuhi syarat. Selisih ini tidak perlu diambil lebih kecil lagi dan jika maksimum sudah ada di baris 2 atau 3, dapat dilanjutkan dengan langkah berikut ini.
Memilih ukuran utama termurah
Dari set yang lolos semua pemeriksaan, dipilih yang beaya investasi kali beaya operasi terkecil. Jika perlu, masih boleh berjalan menurut cara di atas, ke arah harga terkecil dan memenuhi semua persyaratan. Untuk set ukuran utama ini kemudian dibuat Rencana Garis dengan bulb (dan transom) dan lain-lain sesuai perhitungan hambatan (koefisien CB, CM, CWP, letak LCB, iE, bentuk linggi buritan, bulb dan transom) dan stabilitas (sheer, panjang bangunan atas).
Rencana Garis
Acuan:
• Watson, D.G.M., “Practical Ship Design”, Elsevier, Amsterdam, 1998.
• Schneekluth, H., Bertram V., “Ship Design for Efficiency and Economy”,2nd Ed., Butterworth-Heinemann, Oxford, 1998.
• Carlton, J.S., “Marine Propellers and Propulsion”, Butterworth-Heinemann, Oxford, 1994.
• Guldhammer, H.E., “FORMDATA, Some Systematically Varied Ship Forms and Their Hydrostatic Data”, Danish Technical Press, Copenhagen, 1962
• Guldhammer, H.E., “FORMDATA II, Hydrostatic Data for Ship Forms of Full and Finer Type – Hydrostatic Data – Trimmed Conditions”, Danish Technical Press, Copenhagen, 1963
• Guldhammer, H.E., “FORMDATA III, Hydrostatic Data, Tanker and Bulbous Bow Series – Wetted Surface – Comparisons with Other Series and Existing Ships”, Danish Technical Press, Copenhagen, 1967
• Guldhammer, H.E., “FORMDATA IV, Hydrostatic Data for Transom Stern Series of Varied Stern Breadths”, Danish Technical Press, Copenhagen, 1969
• Guldhammer, H.E., “FORMDATA V, Hydrostatic Data for Fishing Boat Forms”, Danish Technical Press, Copenhagen, 1973
• Scheltema de Heere, R.F., Bakker, A.R., “Buoyancy and Stability of Ships”, George G. Harrap & Co. Ltd, London, 1970.
• Lap, A.J.W., “Diagrams for Determining the Resistance of Single Screw Ships”, International Shipbuilding Progress, p. 179, 1954.
• Gertler, M., “A Reanalysis of the Original Test Data for the Taylor Standard Series”, Report 806, The David W. Taylor Model Basin, March 1954.
• Arkenbout Schokker, J.C., Neuerburg, E.M., Vossnack, E., “The Design of Merchant Ships”, H. Stam, 1953
Untuk membuat Rencana Garis yang baik, ada banyak hal yang perlu diperhatikan.
 Watson (1998)
Pembahasan Rencana Garis dilakukan dalam chapter 8. Di situ diberikan berbagai pertimbangan
• dalam memilih bentuk linggi haluan dan buritan:
o Untuk pemakaian bulbous bow, lihat catatan pada perhitungan hambatan. Untuk macam-macam bentuk linggi haluan dengan bulb, lihat Fig. 8.2. Untuk bentuk station di atas bidang air, lihat section 8.2.3.
o Persyaratan untuk linggi buritan, lihat section 8.2.4 hal. 235. Untuk kapal baling-baling tunggal, diameter baling-baling boleh sampai 0.75 T (sarat). Untuk menjamin aliran air yang baik ke baling-baling, lihat section 8.2.5. Jarak minimum daun baling-baling ke linggi buritan untuk menghindari getaran dapat dilihat pada peraturan kelas. Jika baling-baling yang lebih besar dari batas di atas, dapat dipakai upaya dalam section 8.2.6. Untuk bentuk lines di atas baling-baling dan di buritan, lihat section 8.2.7.
• untuk meminimumkan daya motor:
o Hubungan letak LCB yang baik dengan Cb dan bentuk keseluruhan badan kapal, lihat Fig. 8.7. Untuk letak LCB yang baik pada kapal dengan bulbous bow dan kapal twin screw, lihat section 8.3.1.
o Mengenai hubungan Cb dan LCB untuk menggambar Curve of Sectional Area, lihat Fig. 8.8. Radius bilga diusahakan kecil, sebabnya lihat hal. 243. Hubungan Cb dengan Cm dapat dilihat pada Fig. 8.9.
o Cara menggambar body plan langsung dari CSA, lihat section 8.4.3.
o Untuk mengubah Rencana Garis yang sudah ada, ada dua kasus:
 mengubah harga Cb dengan letak LCB tetap, lihat section 8.4.1
 mengubah letak LCB dengan Cb tetap, lihat section 8.4.2.
• untuk kapal twin screw dan appendagesnya
o Secara umum, lihat section 8.5.
o Untuk pilihan memakai bossing atau shaft bracket, lihat section 8.5.1.
o Bentuk baru adalah memakai twin skeg form, lihat section 8.5.2 dan Fig. 8.11.
• untuk stabilitas yang baik
o pada kapal penumpang dan kapal container, lihat section 8.6.1.
o Untuk menaikkan KM, lihat section 8.6.2.
o Untuk kemungkinan memperluas bidang air, lihat section 8.6.3.
o Untuk pemakaian bentuk V dan rise of floor yang besar, lihat 8.6.4.
o Cara lain adalah memakai flare, lihat section 8.6.5.
• untuk seakeeping dan maneuverability
o seakeeping biasanya masih mendapat prioritas rendah dalam merancang, kecuali untuk kapal perang, kapal penelitian dan FPSO. Masalah yang masuk dalam seakeeping adalah:
 naiknya air laut ke geladak dibahas dalam section 8.7.2.
 gerakan pitching dibahas dalam section 8.7.3.
 gerakan rolling (oleng) dibahas dalam section 8.7.4. Diberikan rumus 8.9 dan 8.10 untuk panjang dan lebar bilge keel.
 slamming dibahas dalam section 8.7.5.
 Broaching. Kapal mengalami broaching jika sudut olengnya mendekati 90 derajat, lihat section 8.7.6.
 Course stability dibahas dalam section 8.7.8.
 Manoeuvrability (olah gerak kapal) dibahas dalam section 8.7.9. Diberikan faktor untuk luas kemudi kapal baling-baling tunggal dan pembahasan untuk kapal baling-baling ganda dan bentuk kemudi.
• untuk bentuk badan kapal di atas bidang air.
o Bentuk station di atas bidang air dibahas dalam section 8.8.1.
o Bentuk bidang geladak dibahas dalam section 8.8.2.
Pemakaian knuckle dibahas dalam section 8.8.3.

 Schneekluth(1998)
Merancang Rencana Garis dibahas dalam chapter 2. Selain sifatnya di air tenang (yang sudah masuk dalam proses perancangan di atas), Rencana Garis juga banyak dipengaruhi oleh:
• Added resistance di gelombang
• Manoeuvrability
• Course keeping quality
• Roll-damping
• Seakeeping ability: ship motion, slamming
• Besar ruang muat di bawah geladak
Jika ukuran utama sudah dipilih, maka bentuk Rencana Garis tidak banyak pilihan lagi. Tetapi masih ada beberapa hal yang dapat dilakukan:
• Bentuk Sectional Area Curve, section 2.2. Cara membuat kurva ini diberikan dalam section 2.9. Untuk kapal yang tidak mempunyai bulb dan transom, bentuk CSA dapat dibuat dengan bantuan beberapa diagram, misalnya dari Series 60 (1954), Lap (1954) dll. Dibahas juga Rencana Garis khusus untuk container, letak LCB dan LCG, dan LCG untuk deadweight.
• Bentuk linggi haluan dan station bagian depan kapal, section 2.3.
o Diberikan sejarah singkat perkembangan linggi, lihat Fig. 2.4, dan keuntungan linggi dengan rake.
o Untuk beda bentuk station U dan V di bagian haluan, lihat Fig. 2.5 dan Fig. 2.6. Disebutkan kelebihan dan kelemahan bentuk V dan batasan pemakaiannya. Untuk perbandingan hambatan kapal antara bentuk station U dan V, lihat Fig. 2.7.
o Dijelaskan keuntungan bentuk station di depan dengan flare.
o Table 2.1 memberikan besar sudut masuk bidang air sebagai fungsi CP.
o Untuk Fn yang menguntungkan atau tidak dari segi hambatan, lihat Tabel 1.3 hal. 4.
o Untuk konstruksi linggi haluan dengan round bar, lihat Fig. 2.9 hal. 41.
• Bulbous bow dibahas dalam section 2.4. Dimulai dengan sejarah singkat dan bermacam-macam bentuk bulbous bow, lihat Fig. 2.12, 2.13, 2.15, 2.16 dan segi-segi lain mengenai bulbous bow dan ada beberapa data, tetapi tidak ada rumus.
• Bentuk linggi buritan, section 2.5.
o Sejarah singkat dan macam-macam bentuk linggi buritan, lihat Fig. 2.22, 2.23, 2.24 dan 2.25.
o Diberikan data tenggelamnya transom sebagai fungsi Fn.
o Juga diberikan sudut run iR untuk bidang air di sekitar baling-baling, lihat Fig. 2.26 dan 2.27.
o Konstruksi linggi buritan dari round bar dan pelat, lihat Fig. 2.28.
o Bentuk U, V dan bulb untuk station di buritan lihat Fig. 2.31 dan 2.32.
• Untuk bentuk buritan kapal yang lebar tetapi sarat kecil, section 2.7. Masalah untuk kapal macam ini adalah:
o Karena sarat kecil, diameter baling-baling juga kecil hingga efisiensi propulsi rendah
o Karena kapal lebar, sudut iR menjadi besar sehingga hambatan besar.
o Diberikan beberapa cara untuk mengurangi/mengatasi masalah-masalah tersebut.
• Propeller clearance, section 2.8. Biasanya diambil dari kelas, tetapi clearance yang besar ada untung ruginya, lihat Fig. 2,34 yang diambil dari DNV dan hal. 64. Mengenai letak ujung belakang stern tube lihat Fig. 2.36.
• Cara konvensional merancang Rencana Garis, section 2.9. Ada beberapa rumus untuk menentukan panjang run. Hanya perlu diperhatikan, definisi panjang run dan entrance tidak selalu sama, bandingkan Fig. 2.1 dengan Fig. 2.37.
• Cara lain adalah dengan memodifikasi Rencana Garis yang sudah ada, dibahas dalam Section 2.10. Dijelaskan berbagai cara untuk modifikasi.
• Pemakaian CFD dalam merancang Rencana Garis, section 2.11
 Carlton (1994)
Bentuk bidang air yang baik dan batasan bentuk suatu station adalah U atau V untuk bagian buritan secara umum dan khususnya sekitar baling-baling, diberikan dalam section 5.2 hal. 61 dan Fig. 5.2.

Selain kedua buku di atas, ada cara lain untuk merancang Rencana Garis: dari Arkenbout Schokker (1953) atau lebih dikenal dengan sebutan diagram NSP, Scheltema de Heere (1970), Formdata (1962-1973). Yang terakhir ini berisi juga bentuk Rencana Garis untuk beberapa macam kapal, termasuk kapal dengan bulbous bow (bentuk lama) dan buritan dengan transom dan kapal ikan.

Dapat dipakai juga buku G.C. Manning Appendix 2 “Taylor’s Mathematical Lines” untuk membuat Curve of Sectional Area dan Rencana Garis.
Rencana Umum
Buku Acuan:
• Robert Taggart, Ed., “Ship Design and Construction”, Chapter III – General Arrangement, pp. 105 – 172
• D.G.M. Watson, “Practical Ship Design”, Chapter 15 – The General Arrangement, pp. 385 – 405
• Thomas Lamb, Ed., “Ship Design and Construction”, SNAME, Jersey City, NJ, 2003
• Rawson, K.J., Tupper, E.C., “Basic Ship Theory”, vol. 2, 5th edition, Butterworth Heinemann, Oxford, 2001.
• “Maritime Labour Conventions and Recommendations”, International Labour Organization, Geneva, 1994
o Accommodation of Crews Convention (Revised), 1949 (No. 92)
o Accommodation of Crews (Supplementary Provisions) Convention, 1970 (No. 133)
o Crew Accommodation (Air Conditioning) Recommendation, 1970 (No. 140)
o Crew Accommodation (Noise Control) Recommendation, 1970 (No. 141)

Untuk tiap jenis kapal, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menyusun
 Watson (1998)
Rencana Umum dibahas secara umum dalam chapter 15 dan chapter 16 untuk beberapa jenis kapal. Pembahasan umum meliputi:
• Faktor yang berpengaruh pada Rencana Umum dibahas dalam section 15.3. Dibedakan kapal barang, kapal penumpang, kapal pelayanan dan kapal perang. Diberikan juga cara penempatan sekat dan dinding bangunan atas dan rumah geladak.
• Estetika dalam bangunan kapal dibahas dalam section 15.4. Dijelaskan beda penekanan Dahulu dan sekarang.
• Lokasi bagian-bagian utama
o Ruang muat dan ruang permesinan. Sejarah singkat diberikan dalam 15.5.1. Susunan yang biasa dipakai sekarang beserta kelebihan dan kekurangannya dibahas dalam section 15.5.2.
o Dapur. Dapur melayani pantry dan ruang makan dan dilayani oleh gudang bahan makanan kering dan dingin dan ruang-ruang terkait lainnya. Dasar pemikiran dalam menentukan letak dan menyusun peralatannya dibahas dalam section 15.5.3, terutama untuk kapal penumpang.
• Menyusun akomodasi
o Tradisi di kapal: makin tinggi pangkatnya, letak kabinnya makin tinggi juga. Pada suatu geladak, makin tinggi pangkatnya, letak kabinnya makin ke haluan. Tradisi ini masih dipegang teguh.
o Ruang tidur harus punya jendela. Kamar mandi/WC tidak perlu jendela
o Tujuan dalam menyusun ruang akomodasi dibahas dalam section 15.6.
o Banyaknya geladak bangunan atas dan rumah geladak dibahas dalam section 15.6.1.
o Untuk menghitung banyaknya dan luas kabin dan ruang lain, dapat dipakai tabel dari Fig. 15.3. Tujuan dan dasar penentuan di geladak mana suatu kabin diletakkan, dibahas dalam section 15.6.2.
o Bentuk dan ukuran kabin dibahas dalam section 15.6.3, juga cara menyusun barang-barang di dalamnya.
o Gang/lorong dibahas dalam section 15.6.4 beserta pertimbangan dalam memilih lebar.
o Peletakan dan penyusunan tangga dibahas dalam section 15.6.5. Contoh-contoh dapat dilihat pada Fig, 15.6 untuk kapal barang dan Fig. 15.7 untuk kapal penumpang.
o Peletakan dan penyusunan KM/WC dibahas dalam section 15.6.6.
o Penyusunan peralatan di dapur dibahas dalam section 15.6.6. Sebagai contoh lihat Fig. 15.8 dari suatu bulk carrier.
o Ukuran rak dalam gudang dan jalan antaranya dalam section 15.6.6.
• Peralatan labuh, tunda dan tambat
o Peralatan labuh dibahas dalam section 15.7.1. Dibahas juga kapan memakai twin gipsy windlass (satu windlass menangani rantai jangkar kiri dan kanan) atau single gipsy windlass (satu windlass menangani satu rantai jangkar).
o Peralatan tunda dibahas dalam section 15.7.2.
o Peralatan tambat dibahas dalam section 15.7.3. Dijelaskan jenis-jenis tali tambat dan peralatan tambatnya. Contoh susunan dalam upaya mengurangi peralatan tambat dapat dilihat Fig. 15.9. Contoh untuk mengurangi jumlah tali dapat dilihat pada Fig. 15.9 lagi. Susunan lain dapat dilihat di Fig. 15.10 dan 15.11.
Dalam chapter 16 dibahas kapal-kapal berikut:
• Multi-purpose cargo ships, section 16.2
o The “Clyde” class (1969), 18800 dwt
o The “Neptun” class (1990), 17175 dwt
• Bulk carriers
o “China Pride” (1990), 65665 dwt
o “Solidarnosc” (1991), 74000 dwt
o “Sir Charles Parsons” (1985), 22530 dwt
o “Western Bridge” (1991).
• Frigates and Corvettes
o the “Fifty Man” frigate (1987), 4200 to displasemen
• Fishery Inspection Ship
o “Thetis” (1991)
• Oil tankers
• Cruise liners
• Ro-ro Ferries
• Data kapal.
o Container ships, table 16.6A
o Multi-purpose container/bulk, table 16.6B
o Bulk carriers, table 16.7
 Bulk carriers
 OBOs
 Self unloaders
 Bulk cement
o Tankers, table 16.8A
 Crude oil
 Products
o Specialist tankers, table 16.8B
 Shuttle and FPSO
 Bitumen/oil
 Palm oil
 Chemical tankers
 Sulphur
 Fruit juice
o LNG and LPG tankers, table 16.8C
 LNG tankers
 LPG tankers
o Specialist cargo ships, table 16.9
 Reefers
 Livestock carriers
 Car carriers
 Steel coil transporters
 Coasters
o Ro-ro ferries, table 16.10
 Passengers and cars
 Freight ro-ro
 Train ferries
o Passenger ships, table 16.11
 Cruise liners
 Sail cruise ships
 Passenger/cargo
o Specialist service ship, table 16.12
 Dredgers
 Cablelayers
 Factory-freezer stern trawlers
 Heavy lift carriers
 Research vessels
 Icebreaker/offshore supply vessels
 Taggart, (1980)
Dalam chapter 3, langkah-langkah dalam menyusun Rencana Umum adalah sebagai berikut:
• pengalokasian ruang-ruang utama, yaitu:
o ruang muat
o ruang permesinan
o ruang akomodasi untuk ABK, penumpang dan ruang-ruang terkait
o tangki-tangki
o lain-lain
Selain itu ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, lihat section 1.2
Berikut adalah pembahasan masing-masing point:
 Ruang Muat.
o Untuk pembahasan di sini, muatan dibagi menjadi muatan curah (bulk cargo) dan muatan umum (general cargo). Dibahas cara mengurangi beaya penanganan muatan. Lihat section 2.1 dan 2.2.
o Breakbulk ships, section 2.3. Dibahas secara rinci dalam section 8. Yang masuk kelompok ini adalah: kapal general cargo besar dan kecil, kapal container, kapal roll-on/roll-off, barge carrying ship, integrated tug-barge. Pembahasan umum adalah:
 Cargo stowage.
 Stowage factor, deadweight and measurement
 Number and height of ‘tween decks
 Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan
o Containerships, section 2.4, yang dibagi menjadi
 Vertical cell containerships
 Horizontal loading containerships
o Pallet ships, section 2.5, yang dibagi menjadi
 Vertical loading pallet ships
 Horizontal loading pallet ships
o Roll-on/roll-off ships, section 2.6, yang dibagi menjadi
 Train ships
 Trailerships
o Barge carrying ships, section 2.7.
o Bulk cargo ships, section 2.8
o Tankers, section 2.9
o LNG ships, section 2.10
o Dry bulk carriers, section 2.11, yang dibagi menjadi
 Ore carriers
 Other bulk carriers
 Self-unloaders
 Combination carriers
 Ruang ABK dan penumpang
Yang perlu dipertimbangkan adalah (section 3.1):
o Banyaknya ABK, khususnya jika ada penumpang dan ruang dingin. Diberikan juga ABK untuk kapal tunda pelabuhan dan samudera dan kapal ikan. Untuk data banyaknya ABK dan pangkatnya, lihat tabel 1 hal 114 - 115.
Deck Department Engineering Department Stewards Department (Kapal Penumpang)
Captain class
Master (Nakhoda) Chief Engineer (Kepala Kamar Mesin)
Senior Officer (Perwira Tinggi)
Chief Mate, 1st Officer (Mualim I) First Assistant Engineer (Masinis I) Chief Steward (Steward Kepala)
Chief Electrician (Elektrisien Kepala) Staf
Purser (Bendahara)
Junior Officer (Perwira Menengah)
Second Mate (Mualim II) Second Assistant Engineer (Masinis II) Second Steward (Steward II)
Third Mate (Mualim III) Third Assistant Engineer (Masinis III) Third Steward (Steward III)
Chief Reefer Engineer (Masinis Pendingin Kepala) jika volume Ruang Dingin >= 1130 m3
Petty Officer (Bintara)
Boatswain (Serang) Engine Maintenance (Kasop Mesin) Chief Cook (Koki Kepala)
Deck Maintenance (Kasop Dek) Deck Engine Mechanic (Mekanik Mesin Dek) Cook/Steward (Juru Masak/Steward)
Pumpman (Juru Pompa) Cook/Baker (Juru Masak/Juru Roti)
Electrician (Elektrisien)
Ratings (Kelasi)
Quartermaster (Jurumudi), Able Bodied Seaman (bersertifikat), banyaknya kelipatan 3 Oiler (Juru Minyak) Second Cook/Assistant Cook (Koki II)

Deck Storekeeper (Juru Gudang Dek) Engine Storekeeper (Juru Gudang Mesin) Second Cook/Baker (Juru Masak/Juru Roti II)
Carpenter (Misti, Tukang Kayu) Junior Engineer (Masinis Muda) Messman (Pengurus Ruang Makan)
Sailor, Ordinary Seaman (tak bersertifikat) kalau dibutuhkan. Second Electrician (Elektrisien II) Utility Man

Wiper (Pembersih) Galley Man (Pengurus Dapur)
Reefer Maintenance (Pemelihara Pendingin) Utility/Cook

Engine Utility Pantryman (Pengurus Pantry)
Room Stewards (Pengurus Kamar)
Passenger B. R.
Officer B. R.
Waiter
Tugas Perwira Dek diambil dari
Kurt Illies, “Handbuch der Schiffsbetriebstechnik”, 2., vollständig neubearbeitete Auflage, Friedr. Vieweg & Sohn, Braunschweig, 1984
• Nakhoda (Master) bertanggung jawab secara keseluruhan atas operasi kapal dan kesiapan serta pemeliharaan kapal dan permesinannya
• Mualim I (1st Officer) bertanggung jawab atas navigasi kapal dan peralatan navigasi, termasuk pemilihan route, keselamatan kapal dari segi stabilitas dsb
• Mualim II (2nd Officer) bertanggung jawab peralatan keselamatan (safety equipment) termasuk sekoci penyelamat dan pemadam kebakaran
• Mualim III (3rd Officer) bertanggung jawab atas atas muatan, termasuk pemeriksaan kondisi muatan pada saat diterima, selama pelayaran dan penyerahan di tujuan, serta penyusunan di dalam kapal dan bongkar muatnya
• Serang (Boatswain) bertanggung jawab atas pemeliharaan badan kapal dan permesinan geladak
• Juru Masak Kepala bertanggung jawab atas persediaan bahan makanan dan minuman serta penyediaan makanan di kapal

Tugas Perwira Mesin diambil dari
D.A. Taylor, “Introduction to Marine Engineering”, Butterworth, London, 1983:
• The Chief Engineer is directly responsible to the Master for the satisfactory operation of all machinery and equipment. Apart from assuming all responsibility, his role is mainly that of consultant and adviser. It is not usual for the Chief Engineer to keep a watch
• The Second Engineer is responsible for the practical upkeep of machinery and the manning of the engine room: he is in effect an executive officer. On some ships the Second Engineer may keep a watch
• The Third Engineer are usually senior watchkeeper or engineer in charge of a watch. He is responsible for generators or boilers.
• All below Third Engineer may be classed as Junior Engineers. They will make up as additional watchkeepers, day workers on maintenance work or possibly act as Refrigeration Engineer.
• Electrical Engineers may be carried on large ships or where company practice dictates. Where no specialist Electrical Engineer is carried, the duty will fall on one of the engineers.
• Various engine room ratings will usually form part of the engine room complement. Donkeymen are usually senior ratings who attend the auxiliary boiler while the ship is in port. Otherwise they will direct the ratings in the maintenance and upkeep of the machinery space.
• A storekeeper may also be carried
• On tankers a pump man is employed to maintain and operate the cargo pumps.
• The engine room ratings, e.g. firemen, greasers, etc. are usually employed on watches to assist the engineer in charge.

o Peraturan dan standard, khususnya mengenai:
 Letak
 Konstruksi
 Kabin tidur
 Kamar mandi dan WC
 Ruang makan (messrooms)
 Hospital
 Lain-lain
 Kabin perwira
o Habitability (Kenyamanan dan kepantasan). Contoh susunan kabin ABK dan perwira ada di fig. 1 dan 2.
o Kabin penumpang, section 3.2. Yang perlu diperhatikan adalah:
 Design process and integration
 Kabin penumpang (stateroom)
 Ruang makan (dining room)
 Public rooms untuk kegiatan sosial dan hiburan. Yang termasuk adalah:
• Entrance lobby (ruang tempat penumpang berkumpul waktu pertama naik ke kapal) and offices
• Lounges, hall, saloon tempat penumpang saling bertemu.
• Smoking rooms, cocktail lounge, dll. tempat disajikan minuman
• Tempat bermain anak
• Kolam renang
• Promenade and open deck
• Theater
• Toko-toko
 Interior decoration. Hal yang perlu diperhatikan:
• Segi arsitektur dan Rencana Umum dalam design awal
• Furniture, furnishings, fixtures and finishes, with emphasis on selection of materials and color schemes
 Peraturan (regulations). yang perlu diperhatikan:
• Letak kabin penumpang
• Sekat lintang kedap air
• Sekat lintang utama tahan api (main transverse fire control bulkheads
• Geladak
• Kelompok tangga utama (main stair towers)
• Tangga biasa
• Lorong (corridors)
• Pintu, terutama pintu tahan api
• Jendela dan bukaan udara (windows and airports)
• Jalan darurat (escapes)
• WC dan kamar mandi
Detail peraturan lihat juga dalam SOLAS 1974
o Ruang navigasi, section 3.3. Diberikan hal yang harus diperhatikan dalam menyusun ruang kemudi (wheelhouse). Untuk contoh lihat fig. 3.
o Dapur, ruang makan ABK, ruang makan penumpang, gudang, section 3.4. Dijelaskan hal-hal khusus untuk menyusun:
 Dapur (galley)
 Ruang makan ABK (messrooms)
 Ruang makan penumpang (dining rooms)
 Gudang (stores). Diberikan daftar gudang khusus untuk kapal penumpang.
Untuk contoh kapal barang lihat fig. 4, sedang untuk kapal penumpang barang lihat fig. 5.
 Ruang permesinan
o Dalam section 4.1 diberikan beberapa prinsip dalam menyusun ruang permesinan.
o Untuk kebutuhan ruangan, section 4.2 menyatakan ada banyak variable yang berpengaruh. Tetapi ada grafik pada fig. 6 untuk perkiraan volume sebagai fungsi daya motor induk dan menurut jenis permesinannya.
o Letak kamar mesin, section 4.3. Letak ruang permesinan yang sebaik-baiknya tergantung jenis kapal, yang dibagi menjadi:
 Kapal penumpang
 Kapal barang umum (general cargo ships)
 Kapal muatan curah (bulk cargo ships)
 Kapal container (container ships) dari jenis cell type
 Roll-on/roll-off ships
 Tanker LNG
 Barge-carrying ships
o Kapal nuklir (nuclear ships) dibahas dalam section 4.4
 Tangki-tangki.
o Pertimbangan umum diberikan dalam section 5.1.
o Tangki bahan baker, section 5.2. Jika tangki ini juga dipakai untuk ballast, lihat peraturan MARPOL
o Tangki air tawar, section 5.3.
o Tangki muatan, section 5.4. Pembahasan selengkapnya diberikan dalam chapter XI
o Tangki ballast, section 5.5. Lihat juga peraturan MARPOL untuk air ballast.
 Hubungan antara ruang dan jalan (relationship between Spaces and Access)
o Secara umum, hubungan antara ruang dan jalan dibahas dalam section 5.1. Setelah ruang-ruang utama ditentukan, Masalah utama adalah ruang akomodasi.
 Kapal barang dan kapal barang penumpang. Dibahas pemilihan letak kabin penumpang, ruang makan ABK dan penumpang, dapur, ruang publik
 Kapal tanker. Pembahasan seperti di atas
o Jalan secara umum, section 5.2. Jalan dapat dikatakan adalah jantung Rencana Umum. RU dikatakan jelek jika masalah jalan tidak diselesaikan dengan baik.
o Peraturan mengenai jalan (access), section 5.3. Lihat juga SOLAS 1974.
o Jalur lalu lintas utama (main traffic lanes), section 5.4. Contoh menyusun jalur lalu lintas utama dapat dilihat pada fig. 7 untuk kapal penumpang barang beserta pembahasannya.
o Details, section 5.5. Detail diperinci menjadi:
 Tangga (stairs)
 Tangga tegak (ladders)
 Lift (elevators)
 Lorong (passageways)
 Pintu (doors)
 Faktor-faktor lain. Section 7. Yang dibahas adalah:
o Persyaratan struktur dan kekuatan kapal, section 7.1.
o Penyekatan kedap air, panjang kebocoran dan stabilitas bocor (Watertight subdivision, floodable length and damaged stability), section 7.2. Lihat juga SOLAS 1974.
o Penanganan kebakaran dan persyaratan perlindungan (fire control and protection requirements), section 7.3. Lihat juga SOLAS 1974.
o Pengaruh Tonnage Regulation pada Rencana Umum, section 7.4. Lihat juga “International Convention on Tonnage Measurements of Ships 1969”
o Ventilation and air conditioning, section 7.5. Lihat juga “Crew Accommodation (Air Conditioning) Recommendation, 1970 (No. 140)”
o Sistem pipa badan kapal (Hull Piping), section 7.6. Diperinci menjadi:
 Sistem pemindah bahan baker (fuel oil transfer system)
 Sistem air tawar (fresh water system)
 Sistem kebakaran (fire system). Lihat juga SOLAS
 Sistem pipa muatan (cargo system). Dibahas lebih lanjut dalam chapter XI.
 Sistem peturasan (sanitary system)
 Jenis kapal, gambar dan datanya, section 8
o large general cargo ships, fig. 10 dan gambar halaman 142 dan 143
o small general cargo ships, fig. 11 dan gambar halaman 144 dan 145
o containerships, fig. 12 dan gambar halaman 146 dan 147 dan fig. 13 dan gambar halaman 148 dan 149
o roll-on/roll-off ships, fig. 14 dan gambar halaman 150 dan 151
o barge carrying ships, fig. 15 dan gambar halaman 152 dan 153 dan fig. 16 dan gambar halaman 154 dan 155
o tanker, product carrier, fig. 17 dan gambar halaman 156 dan 157 dan crude oil carrier, fig. 18 dan gambar halaman 158 dan 159. LNG tanker, fig. 19 dan gambar halaman 160 dan 161.
o Bulk carrier, fig. 20 dan gambar halaman 162 dan 163, OBO ship fig. 21 dan gambar halaman 164 dan 165
o Integrated tug-barge, fig. 22 dan gambar halaman 166 dan 167
 Peralatan bongkar muat, chapter X.
o Untuk kapal general cargo, section 2
 untuk derrick boom biasa, dalam 1 jam dapat dicapai 30 kali siklus bongkar/muat dengan SWL 3 – 5 ton. Untuk SWL 50 ton dicapai 5 kali siklus dalam 1 jam.
 Broken stowage: bagian ruang muat yang tidak bisa dipakai karena sifat muatan, cara menyusun muatan dan bentuk ruangan. Untuk general cargo, harganya sekitar 15 %
 Dunnage: pemasangan pasak dari kayu (yang murah) di antara muatan dengan muatan dan antara muatan dengan badan kapal
 Besar palkah dibahas dalam section 2.6
 Jenis-jenis hatch cover dibahas dalam chapter IX
 Usaha meningkatkan produktivitas dibahas dalam section 2.8, berupa
• Twin or multiple hatches
• The sideport and platform elevator
• Revolving cranes
• Gantry cranes
o Untuk kapal container, section 3
 Keuntungan pemakaian container dibahas dalam section 3.1
 Jenis-jenis container dalam section 3.2
 Container spreader dibahas dalam 3.3
 Penyusunan container dalam kapal dapat dilihat pada Fig. 20. Tutup palkah untuk dimuati container dapat dilihat pada Fig. 21.
 Container terminal dibahas dalam section 3.5. Contoh sistem bongkar muat di terminal ditunjukkan dalam Fig. 22. Sistem lain meliputi:
• Loading/unloading gear
• Storage yard transport
• Storage yard sorting and stacking
 Kecepatan bongkar muat dibahas dalam section 3.7
 Container lashing system dibahas dalam section 3.8
o Untuk kapal ro-ro, section 5
 Peralatan bongkar muat dibahas dalam section 5.2, meliputi:
• Stern doors
• Bow doors
• Side doors
• Internal ramps
• External ramps
• Elevator and scissor lifts
• Flush hatch covers
 Car carriers dibahas dalam section 5.3
 Combination ship dalam section 5.4
o Untuk muatan curah padat, section 7
 Ore carrier and heavy bulk dibahas dalam 7.2.
• Peralatan muatnya meliputi
o Clamshell bucket
o Chute or spout loader
o Conveyor belt loader
• Dibahas juga peralatan bongkar dan data kapasitas dan ukuran
• Slurry dibahas juga sebagai cara membongkar muatan
 Grain carrier and light bulk dibahas dalam section 7.3
• Sifat muatan biji-bijian (grain). Karena sifatnya, semua dinding batas harus dibuat dengan sudut kemiringan 30 derajat atau lebih untuk menghindari terjadinya ruang kosong,
• Peralatan bongkar muat. Lihat Fig. 50
• Self-unloading vessel dibahas dalam section 7.4
o The tunnel area
o The elevating phase
• Conveyor discharge boom
o Untuk muatan curah cair, chapter XI
 Jenis-jenis muatan cair dan data dibahas dalam section 2. Data lihat Table 1.
• Minyak mentah. Data lihat Table 3
• Produk minyak. Data lihat Table 2 dan 4
• Bahan kimia. Jenis-jenisnya lihat Table 5
 Jenis muatan setengah cair dan butiran dibahas dalam section 3
• Biji-bijian. Data lihat Table 6
• Ore and ore concentrate. Data lihat Table 7
• Fish and crab
• Slurries
• Gula curah
 Cairan berbahaya dalam drums and containers dibahas dalam section 4. Lihat Tabel 8
• Sifat-sifat bahan dibahas dalam section 2.5 meliputi
o Massa jenis
o Temperature
o Tekanan
• Keselamatan dan lingkungan dibahas dalam section 2.6 meliputi
o Toxicity
o Flammability
o Corrosivity
o Reactivity
o Personal safety
o Ship safety
o Port and environmental safety
o Hazard ratings
Untuk bahan-bahan yang tidak boleh bertemu/dicampur lihat Table 9. Untuk kelas-kelas bahan kimia lihat Table 10 dan 11
• Pengangkutan muatan cair dibahas dalam section 3.1, meliputi
o Economy of scale
o Product purity
o Flexibility
o Maintenance
o Delivery terminals
• Siklus Operasi dibahas dalam section 3.2, yaitu
o Loading atau memuat
o Laden passage atau berlayar dengan muatan penuh
o Discharging atau membongkar
o Ballast passage atau berlayar dengan ballast
• Memasukkan air ballast
• Membuang air ballast
• Tank cleaning atau mencuci ruang muat
o Inspection
o Inerting atau membuang oksigen
• Persyaratan dan peraturan dibahas dalam section 4.1. Peraturan yang terkait adalah
o Lambung timbul (ILLC 1966) dan MARPOL 73/78. Untuk lingkup kerusakan (extent of damage) lihat Table 11.
o IMO Gas Ship Code
o IMO Chemical Carrier Code.
o Untuk tempat kerusakan lihat Table 14. Survival capability requirements lihat Table 15, meliputi
• Max angle of heel after damage
• Residual stability after damage
• Stability upright after flooding
• Minor/local damage
Untuk persyaratan lokasi tangki lihat Table 16
Jenis muatan yang harus memenuhi IMO Gas Code dan jenis kapal lihat Table 17.
Jenis muatan yang harus memenuhi IMO Chemical Code dan jenis kapal lihat Table 18.
Jenis muatan yang tidak termasuk dalam IMO Chemical Code lihat Table 19.
Untuk besar maksimum tangki lihat hal.504 dan untuk susunan double hull lihat Fig. 6.
o Oil Tankers. Untuk besar maksimum tangki lihat hal.504 dan susunan tangki pada segregated ballast tanker lihat Fig. 8. Lihat juga MARPOL 73/78.
o Tongkang. Digolongkan dalam 3 jenis:
• Type I – dirancang untuk membawa bahan yang membutuhkan langkah pencegahan maksimum untuk menghindari pelepasan tak terkontrol ke laut atau udara
• Type II – dirancang untuk membawa bahan yang membutuhkan langkah pencegahan yang ketat untuk menghindari pelepasan tak terkontrol ke laut atau udara. Bahan ini dapat menyebabkan polusi local atau sementara, tetapi tidak menyebabkab bahaya jangka panjang
• Type III - dirancang untuk membawa bahan yang cukup berbahaya hingga membutuhkan langkah pencegahan moderat untuk menghindari pelepasan ke laut atau udara
• Sistem pipa dan pompa dibahas dalam section 4.2. Sistem yang ada adalah
o Memakai pipa (piped system). Piped system dalam ruang pompa dapat dilihat dalam Fig. 9, dalam tangki-tangki dapat dilihat dalam Fig. 10 dan di geladak dapat dilihat dalam Fig. 11. Bentuk lain adalah duct system dengan penampang persegi panjang.
o Aliran bebas (free – flow ). Semua pipa tidak ada kecuali pipa isap dari dinding belakang tangki ke pompa. Full free – flow tidak dipakai, tetapi sistem yang dimodifikasi telah dipakaia orang
o Gabungan dari keduanya
Stripping piping system dengan memakai pipa dapat dilihat dalam Fig. 12.
Selain itu ada deep - well pumps dan sistem pipanya dalam tangki dapat dilihat dalam Fig. 13 dan sistem pipanya di geladak dapat dilihat dalam Fig. 14.
• Sistem listrik dibahas dalam section 4.3 dan instrumentasi dan alarm dibahas dalam section 4.4.
• Venting and emission control dibahas dalam section 4.5. Vent system digolongkan dalam:
o Closed type
o Standpipe type
• Fire prevention and fire fighting dibahas dalam section 4.6,
• Pandangan dari ruang kemudi (visibility from the bridge) dibahas dalam section 4.7.
• Kondisi khusus terutama untuk kapal LNG dibahas dalam section 4.8.
 Tambat di dermaga dibahas dalam chapter XII section 1.3. Untuk peletakan dan nama tali, lihat Fig. 6. Pembahasan meliputi:
o Design considerations
o Arrangements of lines
o Penentuan ukuran tali tambat
o Jenis tali tambat. Tali sintetik telah menggantikan tali serat alami. Macam tali sintetik adalah:
 Nylon
 Polyester
 Polypropylene
Masih ada lagi wire rope
o Pintalan tali berubah dari 3 strand menjadi plaited dan double-braided
o Deck layout
o Perlengkapan tambat (mooring fittings) meliputi
 Mooring bitts
 Chocks
 Roller fairleads
 Fenders
o Capstans and winches
 Constant tension
 Automatic – traction winches
o Buoy mooring
 Peralatan labuh dibahas dalam chapter XII section 1.5, meliputi
o Labuh di perairan dangkal
 Sifat jangkar
 Jenis jangkar
• Stockless anchor, lihat Fig. 10
• Stock anchor, lihat Fig. 11 untuk Danforth anchor dan Fig. 12 untuk snug stowing anchor
• Stern anchor atau jangkar buritan
• Stream anchor atau jangkar arus
• Kedge anchor
• Mushroom anchor atau jangkar jamur, lihat Fig. 13
 Rantai jangkar
 Penentuan ukuran jangkar dan rantainya
 Anchor handling arrangements, lihat Fig. 14. Untuk kebutuhan volume dari chain locker, lihat rumus (13) dan (14)
 Anchor handling machinery. Untuk perhitungan mesin jangkar, dapat dipakai rumus (15)
• Horizontal shaft windlass, lihat Fig 14
• Vertical shaft windlass, lihat Fig. 15
• Deep sea anchor winch
 Penyimpanan jangkar, lihat Fig. 17 dan 18
o Labuh di perairan dalam
 Jangkar
 Rantai dan cable
 Buoys
 Efficiency
 Control of Ship’s Interior Environment, dibahas dalam chapter XIII, meliputi
o Ventilation system, meliputi
 Jenis sistem, yaitu ;
• natural (alami). Lihat Fig. 1
• mechanical (mekanis). Lihat Fig. 2
 Design criteria. Kenaikan temperature yang diijinkan dan penggantian udara dapat dilihat dalam Table 1. Selain itu dibahas
• design of duct fittings
• system balance
• construction details
 komponen sistem ventilasi, meliputi
• jenis fan:
o axial fan
o centrifugal fan
• terminal terbuka (weather terminal), lihat Fig. 4
• terminal dalam (interior terminal)
• terminal buang (exhaust terminal)
• penyaring udara (air filter)
• dampers
Untuk ventilasi ruang muat, lihat Fig. 5.
o Air Conditioning System, section 3.
 Jenis system dibahas dalam section 3.2, meliputi
• Combination heating and cooling system
• Cooling system
• Dehumidification
 Design criteria. Range temperature yang diasa dipakai dibahas dalam section 3.3
 Contaminant control dibahas dalam section 3.4
 Air conditioning components dibahas dalam section 3.5. untuk fan, ducting dan lainnya sama dengan sistem ventilasi. Untuk dehumidification ruang muat, lihat Fig. 7
o Acoustical Habitability, section 4.
 Pertimbangan umum dibahas dalam section 4.1. Level bunyi yang diijinkan lihat Table 1.
 Sumber bunyi dibahas dalam section 4.2, meliputi
• Bunyi akibat aliran fluida, meliputi
o Bunyi karena kapal bergerak dalam gelombang
o Bunyi yang ditimbulkan baling-baling
o Bunyi aliran fluida dalam pipa dan duct
• Bunyi bersumber mekanis akibat bekerjanya motor dan mesin
 Pengaruhnya pada design dibahas dalam section 4.3
o Vibrational Habitability, section 5.
 Pertimbangan umum dibahas dalam section 5.1
 Pengaruhnya pada design dibahas dalam section 5.2. Batas getaran vertical dapat dilihat pada Fig. 8 dan batas getaran horizontal dapat dilihat pada Fig. 9.

SOLAS dan MARPOL

CATATAN TAMBAHAN
Ruang Kemudi (Wheelhouse)
Lihat juga dari IMO: Marine Safety Committee MSC/Circ 982 20 Dec 2000 “Guidelines on Ergonomic Criteria for Bridge Equipment and Layout”

Ruang muat
• penentuan banyaknya sekat berdasarkan persyaratan SOLAS 74/78 Chapter II-1 Construction – Subdivision and stability, machinery and electrical installations Part B-1 - Subdivision and damage stability of cargo ships dan untuk tanker berdasarkan persyaratan MARPOL 73/78 Annex I Chapter III – Regulation 24 Limitation of size and arrangement of cargo tanks dan Regulation 25 Subdivision and stability.

Ruang permesinan
Setelah sekat ceruk buritan, harus ada jarak ± 60 cm untuk penanganan seal dari stern tube. Jika ada poros antara (untuk ujung belakang Kamar Mesin yang sempit), ada bantalan untuk poros antara, panjang poros antara tergantung pada besar bantalannya, sekitar 1 – 2 m, atau lebih pada kapal besar. Setelah itu ada thrust block dan gearbox (bisa juga gabungan thrust block dan gearbox) yang panjangnya 1 – 1,5 m, atau lebih pada motor besar. Thrust block dan gearbox ini membutuhkan fondasi yang kuat. Setelah itu baru motor induk dan fondasinya. Karena harus ada webframe di ujung belakang motor induk, maka fondasi motor induk tidak boleh memotong webframe ini. Di depan motor induk harus ada ruang sebesar ± 60 cm untuk orang lewat, perawatan dan perbaikan. Sekat depan Ruang Mesin biasanya terletak sekitar 0.15 L - 0,25 L dari AP tergantung besar kapal. Jangan lupa ruang untuk diesel generator dan pompa ballast, pompa bilga, pompa kebakaran, pompa pendingin motor induk. Selain itu ada pompa-pompa yang lebih kecil: pompa pendingin motor bantu, pompa air tawar, pompa air laut saniter, pompa bahan bakar, pompa minyak lumas, compressor, separator, purifier, botol angin, manifold pipa ballast, manifold pipa bilga. Harus disediakan kerangan laut (sea chest) dan pipa penghubungnya. Lalu masih ada settling tank dan day tank untuk bahan bakar motor induk dan untuk diesel generator dan lainnya.

Setelah Rencana Umum selesai, dilakukan pemeriksaan stabilitas utuh dan bocor serta subdivision menurut SOLAS 1974. Untuk perhitungan subdivision and damage stability kapal penampang (termasuk ferry ro-ro) dapat dilihat di Watson, Section 11.4. Untuk perhitungan subdivision and damage stability kapal barang dapat dilihat di Watson, Section 11.6.
Bentuk Laporan Tugas
• Owner requirements
• Data kapal pembanding dan sumber
• Regresi angka Froude dan ukuran utama kapal pembanding dan persamaan regresi dan R2
• Harga awal angka Froude Fn0 dan ukuran utama kapal L0, B0, H0, T0
• Penyusunan 256 set ukuran utama dan perhitungan koefisien bentuk
• Dasar teori singkat dari masing-masing cara/metode yang dipakai dalam perhitungan dan pemeriksaan
• Penjelasan harga konstanta atau koefisien atau rumus yang dipakai pada tiap kolom dan angka yang dibutuhkan diambil dari kolom dan sheet yang mana atau sebut sumbernya. Untuk masing-masing bagian, semua kolom harus dicetak (bisa dengan format landscape) sedang banyaknya baris cukup yang dapat dicetak dalam satu halaman saja, tidak perlu 256 baris:
o Perhitungan hambatan
o Perkiraan propulsive coefficient dan diameter baling-baling atau ukuran utama baling-baling termasuk putaran baling-baling
o Perhitungan daya motor induk
o Perkiraan jumlah ABK serta pembagiannya: berapa perwira, berapa bintara dan berapa kelasi
o Perhitungan kebutuhan bahan bakar
o perhitungan titik berat bagian-bagian DWT (payload, fuel, oil, water, provision etc.)
o perhitungan berat dan titik berat baja kapal
o perhitungan berat dan titik berat permesinan
o perhitungan berat dan titik berat peralatan dan perlengkapan
o perhitungan berat dan titik berat gabungan LWT
o perhitungan berat dan titik berat gabungan LWT + DWT
o pemeriksaan sarat dan trim
o pemeriksaan freeboard, termasuk minimum bow height
o pemeriksaan volume ruang muat dan/atau luas geladak
o perhitungan stabilitas utuh (intact stability)
o pemeriksaan luas kamar masing-masing ABK dan ruang-ruang serta sarana lain menurut Konvensi ILO
o perhitungan tonase kapal
o perhitungan beaya investasi x beaya operasi
o perhitungan lain yang diminta
• proses menjalankan ukuran utama:






CONTOH:
o harga awal
Fn L/B B/T T/H
+5% 0.21 3 +5% 7.35 10 +5% 2.1 0 +5% 1.68 4
+1.67% 0.2033 6 +1.67% 7.117 6 +1.67% 2.033 3 +1.67% 1.627 6
-1.67% 0.1967 6 -1.67% 6.883 2 -1.67% 1.967 6 -1.67% 1.573 6
-5% 0.19 3 -5% 6.65 0 -5% 1.9 9 -5% 1.52 2
Jumlah 18 18 18 18
o langkah pertama: berjalan ke arah L/B lebih besar
Fn L/B B/T T/H
+5% 0.21 4 +8.33% 7.583 14 +5% 2.1 4 +5% 1.68 8
+1.67% 0.2033 10 +5% 7.35 15 +1.67% 2.033 5 +1.67% 1.627 9
-1.67% 0.1967 12 +1.67% 7.117 8 -1.67% 1.967 10 -1.67% 1.573 8
-5% 0.19 7 -1.67% 6.883 5 -5% 1.9 13 -5% 1.52 7
Jumlah 32 32 32 32
o langkah kedua: berjalan ke arah B/T lebih kecil
Fn L/B B/T T/H
+5% 0.21 7 +8.33% 7.583 15 +1.67% 2.033 8 +5% 1.68 15
+1.67% 0.2033 12 +5% 7.35 16 -1.67% 1.967 10 +1.67% 1.627 14
-1.67% 0.1967 15 +1.67% 7.117 11 -5% 1.9 15 -1.67% 1.573 13
-5% 0.19 18 -1.67% 6.883 10 -8.33% 1.833 19 -5% 1.52 10
Jumlah 52 52 52 52
o dan seterusnya sampai dicapai titik optimum
• ukuran utama, koefisien dan harga lain yang dipilih (yang optimum)
• cara membuat Rencana Garis
o pembuatan CSA, LWL dan geladak utama
o pembuatan body plan
o pemeriksaan koefisien Cb, Cm, Cwp dan letak LCB
o pemeriksaan luas bulbous bow, luas transom (kalau ada), sudut masuk entrance iE dan panjang run LR
o perhitungan tip clearance untuk baling-baling
o pertimbangan bentuk bidang air dan station untuk mengurangi hambatan
o pertimbangan terhadap deck wetness dan bottom slamming
• cara membuat Rencana Umum
o penentuan jenis konstruksi (sistem gading melintang atau memanjang atau gabungan) dan jarak gading
o penentuan letak dan jumlah sekat
o pemeriksaan volume ruang muat atau luas geladak penumpang/kendaraan
o pemeriksaan besar dan letak tangki-tangki
o perhitungan alat bongkar muat
o peralatan penutup palkah
o penentuan letak dan luas kabin perwira, bintara dan kelasi
o penentuan letak, banyaknya dan luas ruang-ruang yang berhubungan dengan ABK (dapur, ruang makan, kamar mandi/WC dan lain-lain)
o penentuan letak, banyaknya dan luas kabin penumpang (kalau ada)
o penentuan letak, banyaknya dan luas ruang-ruang yang berhubungan dengan penumpang (dapur, ruang makan, kamar mandi/WC dan lain-lain)(kalau ada)
o penentuan letak dan banyaknya ventilator untuk ruang muat, ruang mesin, dapur, kabin ABK maupun penumpang dan ruang-ruang lain
o penentuan letak dan banyaknya alat penyelamat (sekoci penolong, liferaft dan lain-lain)
o tangga, lorong, pintu dan manhole untuk mencapai (access) semua bagian kapal, terutama ke kamar mesin dan geladak sekoci
o penentuan lampu-lampu navigasi (tinggi, warna, jarak)
o penentuan letak dan banyaknya peralatan tambat dan labuh

1 komentar: