Kamis, 23 Juni 2011

kelemahan industri perkapalan indonesia

PENDAHULUAN


Indonesia adalah merupakan negara kepulauan yang mana dua pertiga
wilayahnya berupa perairan atau lautan, dan tersusun dari tujuh belas ribuan
pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Panjang garis
pantai yang dimiliki pun mencapai lebih dari 81 ribuan kilometer, maka sudah
sepatutnya bila bangsa Indonesia memanfaatkan secara optimal seluruh potensi
laut guna mewujudkan kemakmuran bagi segenap rakyat Indonesia. Dan, pada
masa economic recovery seperti sekarang ini, perlu adanya langkah-langkah
konkrit dan lebih inovatif yang harus diupayakan oleh semua pihak, baik itu
pemerintah maupun swasta, agar dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan
dalam memperbaiki kondisi perekonomian Negara Kesatuan Repulbik Indonesia
(NKRI). Maka peran potensi kelautan adalah sangat vital untuk lebih
dikembangkan di masa-masa mendatang.

Pembangunan industri berbasis kelautan mencakup beberapa sektor meliputi
(a) Jasa Transportasi Laut.
(b) Jasa Penyeberangan
(c) Perikanan Tangkap
(d) Minyak & Gas Lepas Pantai
(e) Sumber Hayati Laut
(f) Pariwisata Laut
(g) Konversi Energi dsb.

Yang mana secara keseluruhan baik pengelolaan maupun operasionalnya membutuhkan fasilitas pendukung, yaitu kapal-kapal dengan berbagai tipe tertentu yang mampu melayani kepentingan tersebut.

Di sub-sektor jasa transportasi laut dibutuhkan kapal-kapal dengan tipe General
Cargo, Container, Bulk Carrier, Tug Boat, Barge, dll. untuk mendukung kegiatan
transpotasi laut mulai dari muatan barang hingga muatan curah. Keberadaan
armada kapal-kapal tersebut merupakan suatu mata rantai dari proses
perpindahan muatan dari satu lokasi ke lokasi yang lainnya sebagai akibat dari
kegiatan “jual-beli“ antara seller dan buyer. Demikian juga halnya dengan subsektor
jasa penyeberangan / ferry yang secara jelas membutuhkan armada
penyeberangan, berupa kapal-kapal dengan tipe Passengers Ferry, Car &
Passenger Ferry, Fast Ferry, LCT, dll untuk melayani kepentingan
penyeberangan tersebut. Fungsi utama kapal penyeberangan ini adalah sebagai
“jembatan terapung“ yang menghubungkan dua atau lebih wilayah / pulau,
sehingga masyarakat di wilayah / daerah tersebut dapat mengurangi
ketertinggalannya terhadap masyarakat di wilayah / daerah lainnya. Fungsi
berikutnya adalah untuk dapat lebih meningkatkan pendapatan / laju
pertumbuhan ekonomi masyarakat daerah sebagai akibat dari terbukanya jalur
transportasi antar wilayah / daerah / pulau tersebut.

Potensi Perikanan Tangkap / Laut merupakan asset nasional yang sangat tinggi
nilainya, maka sudah selayaknya apabila sub-sektor ini lebih dioptimalkan
pengelolaannya. Kondisi di lapangan yang terjadi saat ini adalah banyaknya ikan ikan
di perairan Indonesia yang dicuri oleh nelayan-nelayan asing yang mana nilainya dapat mencapai miliar-an US Dollar. Sehingga kebutuhan terhadap armada perikanan tangkap sangat tinggi, khususnya kapal-kapal ikan yang berkemampuan operasi hingga 200 mil laut. Ditinjau dari segi ukuran tonnas kapal, kebutuhannya juga variatif mulai dari
10 GT, 30 GT, 70 GT, hingga diatas 120 GT, dan jika ditinjau dari aspek fungsi maka kebutuhannya adalah kapal penangkap ikan (Fishing Vessels ) dan kapal pengangkut ikan (Fish Carriers ).

Di sektor Pertambangan, keberadaan kapal juga memegang peranan yang
sangat penting. Hal ini terkait dengan aktivitas transportasi mulai dari hasil
tambang, peralatan maupun tenaga kerja. Adapun jenis kapal yang dibutuhkan,
antara lain : Oil Tankers, Barges, Liquid Carriers, Offshore Support Vessels,
Survey Vessels, dsb. Sementara itu, pada Sektor Pariwisata khususnya wisata
bahari, kebutuhan terhadap armada kapal juga relatif besar. Tipe kapal yang
dibutuhkan menyesuaikan dengan fokus wisata bahari yang akan dikembangkan,
seperti misalnya Kapal-kapal tipe Phinisi (bahan baku kayu) saat ini banyak yang
dimodifikasi desainnya menjadi kapal-kapal pesiar (sea-safari cruise, di
Surabaya).

Secara keseluruhan kebutuhan dari unit-unit kapal tesebut harus mampu
diantisipasi oleh galangan-galangan kapal (industri perkapalan) yang ada di
Indonesia, yang mana bila dikategorikan terdiri dari :

• Galangan Kapal – Besar (Kelas Fasilitasnya diatas 10.000 Ton)
• Galangan Kapal – Menengah (Kelas Fasilitasnya dalam 500 s.d. 10.000 Ton),
• Galangan Kapal – Kecil (Kelas Fasilitasnya dibawah 500 Ton).

Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, bahwa industri perkapalan di
Indonesia mempunyai klasifikasi yang berbeda-beda dimana masing-masing
memiliki segment pasar sendiri-sendiri pula. Hal ini sebenarnya menunjukkan
bagaimana bentuk / pola keragaman yang ada, serta kekayaan putra/i bangsa di
sektor industri maritim di Indonesia. Pada industri perkapalan yang termasuk
klasifikasi galangan kapal modern sudah mulai melakukan penjajagan terhadap
diversifikasi produk, seperti misalnya membangun offshore structures untuk
mendukung kegiatan-kegiatan eksplorasi serta exploitasi minyak dan gas bumi
lepas pantai.

Industri perkapalan adalah bukanlah semata-mata sebuah pabrik yang berdiri
sendiri, melainkan lebih condong kearah sebutan sebagai “tukang jahit”. Artinya,
Industri perkapalan mempunyai keterkaitan yang erat dengan industri-industri
lainnya (industri pendukung dan penunjang bidang marine ) didalam membangun
suatu kapal atau bangunan apung. Sebagai misal; industri plat baja, industri
mesin kapal, industri peralatan bongkar muat, industri piping, industri peralatan
navigasi dan komunikasi, industri permesinan dan perlistrikan, industri
pembuatan baling-baling, industri kimia (marine paints ), dsb.

Peran industri perkapalan terhadap industri pendukung dan industri penunjang didalam rangkaian proses produksi kapal terlihat bahwa adanya tingkat kebutuhan terhadap
unit kapal, yang mana dapat merupakan “imbas” dari suatu kondisi Economic
trends maupun Government Policies yang selanjutnya harus diantisipasi secara
pro-aktif oleh pihak industri perkapalan. Sehingga kemajuan atau keterpurukan
dari industri perkapalan di Indonesia ini adalah lebih banyak dipengaruhi oleh
instrumentasi-instrumentasi yang lebih bersifat makro dibandingkan dengan yang
bersifat mikro. Pada awal tahun 1980-an, pemerintah telah membuat suatu
kebijakan berkaitan dengan kapal-kapal yang telah berusia duapuluh lima tahunan
untuk dilakukan “scrapping” (dibesi-tuakan). Hal ini dimaksudkan untuk
menumbuhkan “peremajaan” kapal, dengan harapan bahwa industri perkapalan
di Indonesia akan lebih “hidup”. Namun demikian kebijakan ini juga mengalami
“turbulensi” yang keras dari para “operator” ataupun pemilik kapal.
Pemilik kapal ataupun operator kapal beranggapan bahwa kondisi kapal akan
selalu terjaga dengan baik, mengingat mulai dari tahap perencanaan,
pembangunan dan operasi kapal itu senantiasa diinspeksi oleh Biro Klasifikasi /
Classification society (BKI, LR, ABS, NK, DNV, dsb). Ke“layak-laut”an dari suatu
kapal memang menjadi prioritas yang utama, dan untuk masalah ini aturan aturan
yang berlaku pun sudah International Standard (SOLAS, IMO, MARPOL).


Pada Tahap Construction & Production ini peran Biro Klasifikasi juga bersifat
wajib, khususnya pada kapal-kapal komersial. Sertifikasi Kapal yang meliputi
Sertifikasi Lambung Kapal (Hull Construction Certificate ), Sertifikasi Permesinan
(Machinery Certificate ), serta Sertifikat Perlengkapan Kapal (Ship Equipment
Certificate ) yang mana sertifikasi-sertifikasi tersebut dapat digunakan sebagai
pegangan untuk pihak-pihak yang lain (Insurance) dalam menilai terhadap
kualitas kapal.

Industri perkapalan memang lebih kompleks dibandingkan dengan industri
darat lainnya, hal ini dikarenakan menyangkut unsur keselamatan (safety) baik -
terhadap orang, barang (kapal dan muatannya), dan lingkungan. Disamping itu
kecenderungan dari industri maritim ini adalah seperti investasi jangka panjang,
padat modal dan lambat dalam pengembaliannya. Sehingga mengakibatkan
banyak investors yang ’enggan’ untuk terjun kedalam bisnis maritim tersebut.
Dilain pihak tingkat ketergantungan industri perkapalan / galangan kapal
terhadap peran investor adalah sangat besar.

SISI KELEMAHAN INDUSTRI PERKAPALAN DI INDONESIA

Secara keseluruhan bagi industri perkapalan untuk dapat survive didalam market
competetion adalah dukungan pemodalan didalam pembiayaan pembangunan
kapal. Hal ini tidak hanya dialami oleh galangan-galangan kelas kecil dan
menengah saja, akan tetapi juga terjadi pada galangan-galangan besar/modern
di Indonesia. Kesulitan didalam pendanaan ini juga merupakan salah satu penyebab kelesuan industri perkapalan saat ini.

Dengan semakin pesatnya pertumbuhan teknologi informatika dan
komputasional, maka membawa dampak terhadap kecepatan dan keakurasian
dalam desain serta analisis pada dunia industri perkapalan. Tuntutan (design
requirements & manufacturing process ) yang diminta oleh Pemberi Pekerjaan /
Pemilik Kapal menjadi lebih tinggi, sehingga tidak sedikit galangan kapal yang
tidak mampu memenuhi kriteria tersebut. Hal ini disebabkan oleh peralatan
produksi (softwares dan hardwares) yang dimiliki oleh industri perkapalan
tersebut sudah ketinggalan zaman dan tidak dapat bersaing ditingkat pasar
internasional. Untuk ber-investasi peralatan-peralatan produksi yang canggih
membutuhkan dana yang relatif besar.

Selanjutnya adalah masalah Komponen / Peralatan / Sistem yang terinstal pada
suatu kapal (bangunan baru) masih banyak yang merupakan produk luar negeri
(komponen impor). Sehingga mengakibatkan harga produk kapal menjadi lebih
mahal dibandingkan kalau kapal tersebut dibangun di luar negeri, terutamanya
untuk pembangunan kapal-kapal yang modern ataupun yang berukuran relatif
besar. Disamping itu, permasalahan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki
kompetensi dibidang industri perkapalan ini masih terbatas (langka) bilamana
dibandingkan dengan industri-industri darat lainnya. Sisi lemah ini semakin
diperparah oleh kurangnya dukungan terhadap aktivitas riset-riset yang terkait
dengan pengembangan dunia industri perkapalan di Indonesia.

SISI KEKUATAN INDUSTRI PERKAPALAN INDONESIA

Sampai dengan saat ini jumlah perusahaan yang bergerak dalam industri
perkapalan di Indonesia tercatat sekitar 240 perusahaan, dimana 9 perusahaan
dikategorikan sebagai galangan kapal – besar (yaitu kelas fasilitasnya diatas
10.000 ton). Sehingga dengan jumlah besar ini, industri perkapalan nasional
memiliki kekuatan tersendiri didalam mengantisipasi tingkat kebutuhan kapal kapal
baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun demikian, bukan berarti
peningkatan kemampuan ’internal’ tidak dibutuhkan lagi akan tetapi justru
merupakan keharusan seiring dengan perkembangan IPTEK.

Jumlah tenaga kerja yang berada di industri perkapalan di Indonesia saat ini
berkisar 32 ribuan orang, sehingga ini juga merupakan kekuatan yang harus
ditingkatkan kemampuan serta kompetensinya dimasa-masa mendatang. Lebih
jauh, penguatan dalam merubah kemampuan tenaga kerja dari kondisi ordinary
workers menjadi professionals / skill workers adalah merupakan langkah bijak
yang perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak.



Sisi kekuatan lainnya dari industri perkapalan di Indonesia, adalah track record
(pengalaman) dalam pembangunan/pembuatan kapal (bangunan baru). Dalam
sepuluh tahun terakhir, berbagai tipe kapal serta bangunan lepas pantai telah
dibangun oleh galangan-galangan kapal di Indonesia. Adapun jenis / tipe kapal
yang pernah dikerjakan oleh galangan kapal Indonesia, sebagai berikut :

• Tanker : 17.500 Long Ton DWT
• Container : 1.644 TEU (23.200 Ton DWT)
• Cargo Vessel : 14.135 Ton DWT
• Ferry Roro : 19.000 GT
• Fishing Vessel : 300 GT
• Tug Boat : 4.200 HP, dll

Disamping pengalaman dalam pembuatan kapal (bangunan baru), nilai investasi
yang tertanam di industri perkapalan itu sendiri adalah juga merupakan kekuatan
yang cukup significant. Besarnya nilai investasi tersebut adalah berkisar US$ 900
jutaan. Fokus investasi tersebut adalah untuk peningkatan kemampuan galangan
dalam menghadapi tuntutan kriteria pembangunan kapal yang semakin
meningkat.


PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI PERKAPALAN INDONESIA

Peluang dan tantangan industri perkapalan Indonesia di waktu yang akan datang
adalah sangat besar dan kompleks, khususnya bila spektrum pasarnya diperluas
tidak hanya mencakup kepentingan nasional saja akan tetapi juga internasional.
Dipandang dari sisi peluang, industri perkapalan di Indonesia memiliki potensi
pasar yang cukup besar di masa-masa yang akan datang. Hal ini terkait dengan
kondisi iklim usaha serta ditunjang oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang
memberikan kesempatan dan peluang lebih besar bagi industri perkapalan
nasional.

Potensi pasar Dalam Negeri di era mendatang akan memberikan peluang untuk
pembangunan kapal-kapal yang mendukung kegiatan-kegiatan, sebagai berikut :
Transpotasi Laut dan Penyeberangan, Perikanan dan Kelautan, Migas Lepas
Pantai, Hankam, Sarana Pelabuhan dsb. Walaupun begitu industri perkapalan
nasional perlu ingat bahwa persaingan industri kapal di era pasar global adalah
sangat ketat.

Saat ini negara kompetitor didalam pembangunan kapal-kapal adalah Jepang
dan Korea, dimana kedua negara tersebut menguasai hampir 70 persen
kebutuhan pasar dunia. Sekitar 15 persen dikuasai oleh industri perkapalan dari
kawasan Eropa Barat, dan sisanya adalah negara yang lainnya.

Namun demikian apabila dilihat ’trend kekuatan’ di bidang industri perkapalan
dunia hingga saat ini, tampak adanya pergeseran arah kekuatan dari Eropa ke
Asia. Awal kekuatan industri kapal adalah dari negara-negara di Eropa,
kemudian kekuatan tersebut bergeser ke Jepang lalu ke Korea hingga ke China.
Dan dengan melihat potensi dasar yang ada di Indonesia, maka ada keyakinan
suatu saat kekuatan industri perkapalan tersebut menjadi ’milik’ industri
perkapalan nasional. Faktanya adalah industri perkapalan telah bergeser ke
negara-negara yangmana memiliki ciri-ciri, sebagai berikut :

• Tenaga Kerja yang murah, serta secara kuantitas dan kualitas yang cukup memadai
• Memiliki ketersediaan atau dekat dengan industri-industri pendukung dan penunjang
• Terjadi suatu iklim usaha yang mendukung.

POTENSI PASAR INDUSTRI PERKAPALAN – INDONESIA

Pada sub-bab ini akan dibahas mengenai potensi pasar industri perkapalan di
Indonesia serta instrumen-instrumen yang mempengaruhi besarnya potensi
tersebut. Menurut hasil studi dari JICA (2000) yang bekerjasama dengan
Departemen Perhubungan RI, ada 244 unit kapal barang dengan tipe General
Cargo, Semi-Container, Full Container dan Multi-purpose ship, atau sekitar
243.760 Ton DWT, sudah berusia lebih dari 25 tahun. Artinya, kapal-kapal
tersebut sudah waktunya untuk dibesi-tuakan (scrapping), sehingga perlu
dilakukan peremajaan / penggantian dengan kapal-kapal sejenis serta total
kapasitas kapal yang sama. Apabila kapasitas kapal pengganti memiliki rata-rata
ukuran 4.000 Ton DWT, maka jumlah kapal barang (pengganti) yang dibutuhkan
adalah mencapai 61 unit kapal.

Dilain pihak berdasarkan hasil studi tentang sistem transpotasi laut yang dilakukan oleh ITS (Gurning, R.O.S, 2002), terlihat bahwa Seaborne Trade lebih mendominasi hingga sekitar dua per-tiga dari jumlah Total Trade dalam proyeksi sampai dengan tahun 2010. Sehingga ada potensi di Subsektor Jasa Transpotasi Laut hingga mencapai sekitar 1.750 juta ton muatan barang, dan Rasio muatan barang terhadap Maritime Dependency Factor (MDF) adalah lebih dari 45 persen. Artinya, jumlah kapasitas muatan/barang yang membutuhkan
unit-unit kapal barang (baru) diprediksi sampai dengan akhir tahun proyeksi
2010, secara total berkisar 780 juta ton.

Saat ini kapal-kapal barang yang beroperasi di Indonesia masih didominasi oleh
kapal-kapal asing yang dikelola oleh shipping/operators – Indonesia. Dan sejak
enambelas tahun yang lalu, prosentase antara jumlah armada kapal barang
nasional mengalami penurunan yang semakin drastis bila dibandingkan jumlah
armada kapal asing (yang dikelola oleh Indonesian Shipping Operators). Di akhir
tahun 2002, prosentase yang terjadi adalah ± 10 % armada kapal nasional dan ±
90 % armada kapal asing. Sehingga apabila kebijakan pemerintah yang
mengatur armada kapal yang beroperasi di kawasan laut Indonesia haruslah
berbendera dan crews berkebangsaan Indonesia (Prinsip-prinsip Cabotage ) ini
diterbitkan serta dengan dukungan mengenai kemudahan dalam pola
pendanaan, maka industri perkapalan Indonesia akan mempunyai potensi pasar
Dalam Negeri yang sangat besar.

Sedangkan untuk Kapal-kapal jenis Tanker, industri perkapalan nasional juga
memiliki potensi pasar dalam negeri yang cukup significant. Saat ini
PERTAMINA, secara total, mempunyai armada tanker ± 3,70 juta LT DWT ( Total
155 kapal, terdiri dari :47 unit kapal milik PERTAMINA sendiri dan 108 unit kapal
adalah kapal charter). Dan melalui Program PERTAMINA , yaitu program
penggantian dan penambahan unit kapal hingga sekitar ± 100 unit kapal tanker
dengan variasi ukuran 1.500 LT DWT sampai dengan 85.000 LT DWT.

trend shipping market terus meningkat hingga akhir proyeksi di tahun 2010. Untuk Liquid Cargo, terlihat bahwa jumlah muatan cair tersebut dapat mencapai ± 400 juta tonnes. Jumlah ini tentunya akan memberikan konsekuensi terhadap kebutuhan kapal pengangkut liquid cargo (Tankers) dimasa-masa mendatang. Sedangkan, Dry Cargo mengalami trend shipping market yang terus meningkat tajam sampai dengan akhir proyeksi, yaitu mencapai ± 1.400 Juta tonnes di tahun 2010. Hal ini berarti lonjakan muatan jenis dry cargo berkisar 100 persen dalam kurun 5 sampai 6 tahun kedepan. Sehingga ada indikasi tingkat kebutuhan kapal-kapal jenis general cargo, bulk carrier, semi-containers vessel dan full containers vessel.

Menurut hasil studi dari Departemen Perhubungan RI, pada tahun 2000
Indonesia idealnya memiliki 58 unit kapal penumpang dengan kapasitas 51.000
seats sehingga mampu mengangkut penumpang sebanyak ± 12 juta orang per
tahun, namun kenyataannya hingga saat ini jumlah armada kapal penumpang
yang ada adalah 30 unit kapal. Sehingga masih ada selisih jumlah (atau yang
merupakan tingkat kebutuhan) armada kapal penumpang sebanyak 28 unit
kapal.

Di Sektor Perikanan dan Kelautan, potensi pasar Dalam Negeri terhadap industri
perkapalan di Indonesia adalah sangat besar. Pertumbuhan armada kapal ikan
sampai dengan tahun 1997 (kondisi sebelum krisis ekonomi) tercatat sebesar
13.530 unit kapal per tahun, yang terdiri dari :

• Kapal Ikan - Motor (inboard engines) : 4.485 unit kapal / tahun
• Perahu Motor Tempel (outboard engines) : 5.180 unit kapal / tahun
• Perahu Tanpa Motor : 3.865 unit kapal / tahun

Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan prasarana penangkapan yang mampu
beroperasi hingga Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI), maka di tahun 1998
dan 1999 Pemerintah mengizinkan impor kapal-kapal ikan (inboard engines)
dengan kapasitas ukuran sebesar ± 100 GT sebanyak 1.300 unit kapal ikan. Hal
ini bisa terjadi, karena “integrasi kebijakan” antar departemen masih belum ada.
Sehingga perlu dilakukan pengkajian kembali terhadap kebijakan-kebijakan serta
tingkat kebutuhan armada kapal perikanan tersebut, terutama dalam menentukan
potensi pasar yang mampu di antisipasi oleh industri perkapalan nasional.

Indonesia dengan kekayaan pulau-pulaunya sudah dapat dipastikan memiliki
jumlah pelabuhan yang tidak sedikit. Ditinjau dari sisi peran/fungsional ada dua
macam pelabuhan di Indonesia, yaitu : Pelabuhan Umum dan Pelabuhan
Khusus. Public Ports (Pelabuhan Umum) adalah melayani bongkar muat para
pengguna / umum jasa transportasi laut, yangmana administrasi dari pelabuhan
adalah Pemerintah yang operasionalnya dilaksanakan melalui lembaga yang
dikenal dengan PELINDO (Indonesian Port Corporation). Jumlah Pelabuhan
Umum di Indonesia adalah 656 pelabuhan, yang terbagi dalam 4 wilayah yang
disebut PELINDO I, PELINDO II, PELINDO III dan PELINDO IV. Sedangkan,
Pelabuhan Khusus (Special Ports) digunakan untuk melayani bongkar muat dari
bidang-bidang industri tertentu, seperti misalnya : kehutanan, perikanan,
tambang dsb. Adapun jumlah Pelabuhan Khusus ini mencapai 1.414 pelabuhan.
Sehingga dengan kondisi seperti tersebut diatas, ada potensi pasar yang besar
untuk industri perkapalan nasional terhadap kebutuhan kapal-kapal yang
mendukung pelayanan kepelabuhanan, misalnya Tug Boat, Kapal Navigasi,
Kapal Kerja, Kapal Sarana Pelabuhan, dsb. Kemudian, dalam rangka untuk
peningkatan kualitas Pertahanan dan Keamanan wilayah NKRI, maka kebutuhan
terhadap armada kapal-kapal Hankam dan kapal-kapal Patroli adalah sangatlah
besar.

LANGKAH REVITALISASI INDUSTRI PERKAPALAN NASIONAL

Dalam rangka menyongsong masa depan yang penuh persaingan, maka industri
perkapalan nasional haruslah lebih mempersiapkan diri dengan menyusun
strategi yang mampu memenangkan kompetisi di tingkat pasar dalam negeri
maupun luar negeri. Strategi yang dikembangkan adalah terkait dengan
serangkaian Rancangan Program Kegiatan yang akan diimplementasikan serta
didukung oleh Kebijakan-kebijakan Pemerintah. Berawal dari kepentingan
tersebut, maka Program Revitalisasi Industri Perkapalan Nasional adalah
menjadi issue utama.

Langkah Revitalisasi adalah merupakan jawaban yang terukur (Measured
implementation activities) dari berbagai pokok permasalahan yang terjadi selama
ini di industri perkapalan nasional. Rekapitulasi permasalahan yang muncul
sejauh ini, adalah sebagai berikut :

Struktur Industri : “Ketergantungan pada komponen impor masih tinggi“
(a) Mengurangi hambatan impor dan investasi
(b) Melanjutkan pemberian fasilitas Bea Masuk dan PPN
(c) Promosi investasi melalui : (i) Penambahan / pembukaan Zona Ekonomi Khusus; memberikan konsesi tarif operasi di ZES, (ii)
insentif khusus bagi investasi di bidang industri pendukung dan
komponen

Produksi : “Teknologi produksi masih perlu ditingkatkan“
“ Kemampuan Rancang Bangun dan Perekayasaan belum optimal“
” Kemampuan SDM perlu dioptimalkan”
” Dukungan Sub-contractorssebagai salah satu pilar utama industri kapal masih lemah”

Peningkatan daya saing melalui :

(a) Up-grading kemampuan fasilitas / peralatan produksi
(b) Promosi penggunaan ‘Standar’ kualitas dlm pembangunan kapal
(c) Meningkatkan kemampuan ‘entrepreneurship’ industri kapal
(d) Pelatihan tenaga kerja di dalam maupun luar negeri
(e) Meningkatkan pemanfaatan produk dalam negeri sebagai ’base
load’ pengembangan industri kapal


Organizational Weaknesses : “Fokus utama masih pada on sea activities
(Reparasi/Perbaikan Kapal”
“Kerjasama/keterkaitan dengan Lembaga lembaga R&D,Asosiasi Profesi, Asosiasi Industri belum optimal

Diversifikasi Produk (on-land activities) untuk mengeleminasi
resiko fluktuasi demand, melalui :
• Meningkatkan kerjasama dengan institusi terkait (Lembaga R & D, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi, dsb. )
• Meningkatkan peran Asosiasi Industri untuk penyebaran informasi teknologi dan pemasaran


Kesulitan Pendanaan, baik untuk investasi maupun modal kerja
Mengupayakan penyediaan dana pinjaman yang bersifat Long term, low
interest untuk industri kapal dan pelayaran dalam rangka pembelian kapal

Dukungan Sub-contractors sebagai salah satu pilar industri kapal
masih kurang
Menumbuhkembangkan Sub-contractors Sektor Industri kapal melalui
pelatihan-pelatihan








ASPEK KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dilain pihak, dukungan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang diterbitkan
sampai dengan saat ini adalah sangat positif. Kebijakan tersebut membawa
dampak yang baik terhadap iklim usaha industri maritim dan penunjangnya.
Adapun kebijakan-kebijakan pemerintah yang termaksud adalah sebagai berikut :


• Kep. Menkeu No. 34/KMK.04/2002 tentang Fasilitas bebas Bea Masuk (0%) atas impor bahan baku dan komponen kapal yang belum diproduksi di Dalam Negeri
• SK Menteri Keuangan No. 329/KMK.04/1999, yang dijabarkan dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-15/PJ5/1999 tentang Penangguhan PPN/Ditanggung Pemerintah
• Untuk mendukung Sektor Perhubungan dan Sub-sektor Perikanan Laut, maka diterbitkannya Keputusan MPP No. 229/MPP/Kep/7/97 yang memperbolehkan kapal niaga dan kapal ikan dapat diimport dalam keadaan bukan baru (bekas) yang kemudian dipertegas oleh Keppres No. 22 / 1998 tentang impor kapal niaga dan kapal ikan dalam keadaan baru dan bukan baru.

PEMBIAYAAN KAPAL BARU

Pada dasarnya didalam suatu struktur pembiayaan pembangunan kapal ada lima
bagian dasar yang menjadi pertimbangan penilaian, yaitu :

(a) Hull Construction (Konstruksi Lambung Kapal);
(b) Ship Equipment (Peralatan Kapal);
(c) Deck Machinery (Permesinan Geladak);
(d) Ship Propulsion System (Sistem Penggerak Kapal);
(e) Auxiliary Machinery Systems (Sistem Permesinan Bantu).
4. Struktur Pembiayaan Pembangunan Kap
Format dan struktur pembiayaan pada pembangunan kapal baru yang
dilaksanakan oleh industri perkapalan pun dilakukan berdasarkan kelima elemen
bagian utama kapal tersebut di atas. Detail dari bagian-bagian utama tersebut
dapat lebih dijelaskan, sebagai berikut :

1 KONSTRUKSI BADAN KAPAL
o Lunas Kapal
o Plat Kulit
o Gading-gading (frames)
o Geladak
o Konstruksi Bawah
o Kemudi & Tongkat Kemudi
o Bangunan Atas
o Rumah Geladak
o Bulwark





2 PERALATAN (OUTFIT)

2.1. Peralatan tambat
a. Jangkar
b. Mesin Jangkar
c. Capstan, Winch, Tali Tambat , dsb
d. Bollard, Fairlead, dsb

2.2. Peralatan Keselamatan
a. Sekoci
b. Permesinan Sekoci
c. Life Raft
d. Baju Pelampung
e. Gelang Pelampung

2.3. Ruang Akomodasi & Gudang
a. Furnitures
b. Dekorasi Ruangan
c. Peralatan Sanitasi
d. Pintu Non-Metal
e. Partisi Ruang, Sekat, dsb
f. Pelindung geladak

2.4. Ventilasi Ruangan Akomodasi
a. Ventilasi R. Akomodasi Penumpang
b. Ventilasi R. Akomodasi Crew

2.5. Peralatan Navigasi & Komunikasi
a. Navaids dan Radio
b. Aerials-Radio
c. Komunikasi Internal
d. Perlengkapan Nautical

2.6 Peralatan Pemadam Kebakaran

2.7. Peralatan Bongkar/Muat (Ramp door)

2.8. Peralatan Instalasi Listrik Kapal
a. Jaringan Distribusi Kapal
b. Generator
c. Switch Board (Main & Emergency)
d. Baterei & Peralatan Charging
e. Lampu-lampu penerangan
f. Lampu-lampu navigasi
g. Terminal
h. Alarm
2.9. Sistem Perpipaan
a. Sistem Pelayanan Umum
b. Sistem Pendingin Motor
c. Sistem Bahan Bakar
d. Sistem Air Laut
e. Sistem Bilga
f. Sistem Gas Buang
g. Perlengkapan Ventilasi

2.10. Sundry
a. Sidelights dan windows
b. Pintu Metal

3 PERMESINAN GELADAK

3.1. Steering gear
3.2. Windlass
3.3. Capstain


4 SISTEM PENGGERAK KAPAL

4.1. Motor Induk
4.2. Sistem Kontrol Motor Induk
4.3. Gearbox
4.4. Poros Antara & Poros Propeller
4.5. Tabung Poros
4.6. Bantalan Poros
4.7. Propeller

5 SISTEM PERMESINAN BANTU

5.1. Generator
5.2. Sistem Udara Start
5.3. Peralatan Sundry Kamar Mesin

Tingkat kompleksitasan peralatan kapal disesuaikan dengan tipe dan aplikasi
kapal yang dioperasikan. Misalnya kapal tanker tentunya akan memiliki suatu
sifat peralatan yang berbeda dengan kapal ferry penumpang-kendaraan. Namun
neraca pembiayaan kapal tidak hanya melihat aspek teknis saja, juga perlu
mempertimbangkan pengaruh ekonomi dan bisnis. Faktor-faktor ekonomis yang
dipertimbangkan adalah besaran pajak, pengaruh nilai mata uang (currencies),
level inflasi, dan biaya administrasi (bendera, registrasi, dan lainnya). Sedangkan
pertimbangan bisnis yang biasanya dianut oleh para pelaku pebisnis atau pemilik
kapal adalah referensi pasar kapal baru yang dikeluarkan oleh pusat-pusat bisnis
kapal dunia seperti Llyod London, BIMCO Norway, dan ISL Bremen.
Neraca kalkulasi pembiayaan kapal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Item Bagian Satuan Ukur Harga satuan
(dlm. Juta Rp) Prosentase Kondisi

Konstruksi Kapal Tonase (ton) 8-12,5/ton 40%-60% Kapal kosong
Peralatan Kapal GT 0,2-1,5/GT 5%-10%
Permesinan
Geladak GT 2-3/GT 10%-15%

Sistem
Penggerak Utama HP (Horse Power)
1-4,5 25%-30% Tergantung

Sistem
Penggerak Bantu HP (Horse-Power)
0,5-2,25 12,5%-15%

Sub Total Teknis
Misalkan A

Pajak Prosentase (5-10%) * A Kebijakan
Currencies Prosentase (10-15%) * A Tergantung pasar uang
Inflasi Prosentase (2-10%) * A Situasional secara ekonomik
Administrasi Prosentase (0,5-1%) * A Orientasi Peraturan

Jadi secara umum (berdasarkan pengalaman penulis atas 10 galangan kapal
nasional), kisaran pembiayaan kapal di Indonesia (dibandingkan dengan industri
perkapalan / galangan kapal di Asia Tenggara dan Timur) dapat dilihat pada
tabel di bawah ini berdasarkan tipe kapal dan nilainya.










Tabel Biaya Pembangunan Kapal Baru,
No. Tipe Kapal Satuan Besaran(US$) Galangan asing
1. Ferry Penumpang-
Kendaraan GT 2000-3500/GT 500-1500/GT

2. Tongkang Barge Feet 2000-2500/Ft 700-1000 FT

3. Tanker Minyak LT DWT 650-800/LTDWT 450-600/LTDWT
4. Container TEUS 6500-7500/TEUS 4000-5500/TEU

5. Kapal Ikan GT(kayu) 4500-6000/GT 4000-5000/GT


PEMBIAYAAN KAPAL BEKAS

Disebut kapal bekas memang karena umur pakai yang telah melewati beberapa
masa periode per lima tahun. Tentunya pembiayaan dari kapal bekas baik secara
teknis dan ekonomis adalah berbeda dengan kapal baru. Dan hal ini tergantung
dari beberapa faktor utama sesuai dengan praktek yang variatif antara suatu
negara dengan lainnya. Di Indonesia faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

• Sisa life-time kapal
• Harga Pasar Kapal Baru
• Harga Pasar Kapal Bekas Sejenis (nasional dan internasional)
• Penilaian teknis kapal per item
• Level biaya scrapping (pembesi-tuaan kapal)

Namun di samping harga patokan, yang dipengaruhi faktor-faktor di atas, harga
kapal bekas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non-teknis yang bersifat
negotiable. Faktor-faktor tersebut adalah; biaya atau fee agensi (broker), aturan aturan suatu wilayah atau negara, dan tingkat kebutuhan pembeli.

Sumber negara-negara penyedia kapal-kapal bekas di dunia dapat didefinisikan
dalam pangsa pasar formal dan pasar gelap (black-market). Negara-negara
seperti Jepang, dan Korea saat ini merupakan tempat pembeliaan kapal-kapal
bekas dengan biaya dan kualitas dan bersaing dibanding dengan negara-negara
Singapura, Afrika, Filipina, India, Eropa, dan Amerika-Selatan. Berdasarkan
pengalaman penulis estimasi pasaran kapal-kapal bekas dunia yang kemudian
menjadi harga kapal bekas Indonesia adalah sebagai berikut;







Tabel Biaya Pembangunan Kapal Bekas
NO. Tipe Kapal Persentasi dari Kapal baru nasional Umur Kapal
(tahun) Sumber negara
1. Kapal Ferry 20%-25% 20-25 Jepang, Korea

2. Kapal Tongkang 25%-30% 10-15 Jepang, Cina

3. Kontainer 30%-35% 10-15 Amerika Utara/Selatan
4. Kapal Penumpang 20%-30% 10-15 Jepang, Amerika Utara
5. Kapal Ikan 15%-25% 10-20 Negara Skandinavia,
Jepang, Korea

Sedangkan secara umum, harga-harga kapal di atas pada pangsa pasar kapal
bekas di Indonesia adalah relatif besar sekitar 15%-20% dari pangsa pasar asing
atau dunia. Hal ini diakibatkan oleh relatif rendahnya kualitas perawatan kapalkapal
Indonesia yang kemudian menjadikan biaya penyusutan kapal menjadi
lebih tinggi.

Namun faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut untuk keputusan
pembelian kapal-kapal bekas di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi teknis kapal
2. Biaya perbaikan lanjutan atau biaya renovasi
3. Biaya registrasi atau bendera baru
4. Biaya kepabeanan
5. Biaya pengiriman ke Indonesia
6. Biaya pengawakan baru

Industri Perkapalan Indonesia dalam kurun waktu enam tahun kedepan akan
mengalami masa-masa sulit, bahkan mungkin banyak yang akan ‘gulung tikar’
bilamana tidak segera berbenah diri. Kebijakan Pemerintah akan menjadi
‘pondasi’ yang kuat agar kehidupan industri perkapalan tetap ada di Indonesia.
Peran dari lembaga-lembaga keuangan yang ada sangat diharapkan sekali, guna
menunjang modal kerja serta investasi yang mengarah kepada peningkatan daya
saing industri perkapalan di pasar internasional.



Konsolidasi dan komitmen para pelaku industri perkapalan Indonesia perlu
digalang agar terbentuk suatu ’network’ yang baik dalam menggarap kebutuhan
industri perkapalan ini terutamanya di pasar domestik. Segmentasi pasarnya
disesuaikan dengan ‘kinerja’ dan kemampuan ‘kapasitas terpasang’ dari masingmasing industri kapal.

Peningkatan kemampuan industri pendukung dan penunjang dari Dalam Negeri
perlu mendapat perhatian yang khusus, sebab tanpa menumbuh-kembangkan
potensi industri tersebut maka daya saing industri kapal Indonesia pun tidak akan
mampu bersaing di tingkat internasional. Penguatan IPTEK dan pemodalan
merupakan ’motor penggerak’ terhadap industri-industri pendukung dan
penunjang nasional, sehingga akan semakin menguatkan kekuatan industri
perkapalan nasional. Dan bahkan dapat diarahkan tidak hanya untuk industri
perkapalan nasional saja, akan tetapi juga untuk industri-industri perkapalan di
Luar Negeri.

Integrasi dari kebutuhan industri perkapalan pada keseluruhan sektor di tingkat
nasional, antara lain : Sektor Perhubungan, Sektor Kelautan dan Perikanan,
Sektor Industri dan Perdagangan, Sektor Pertahanan dan Keamanan, Sektor
Pertambangan dan Energi, Sektor Pariwisata dll adalah merupakan potensi
pasar Dalam Negeri yang sudah sepatutnya wajib dipenuhi oleh industri
perkapalan nasional sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Hal ini juga
dapat menjadi ’trigger’ dalam rangka “sustainability development“ dari masingmasing
industri perkapalan nasional tersebut.

Peran Asosiasi Profesi dan Assosiasi Industri yang terkait dengan dunia industri
perkapalan nasional adalah sangat penting, hal ini dimaksudkan untuk penguatan aspek ‘brainware’ dan ‘soft skills’ dari seluruh induvidu di industri ini.
Pelatihan-pelatihan teknis perlu digalakkan sebagai upaya pencapaian ‘lompatan’
penguasaan IPTEK serta sikap professional bagi keseluruhan induvidu yang
terlibat didalamnya. Dan sebagai kata terakhir, kami ucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Bank Indonesia yang telah mempercayakan kami
untuk menyampaikan permasalahan dunia Industri Perkapalan di Indonesia, dan
juga ucapan terimasih kepada semua kolega saya yang telah banyak membantu
dalam informasi dan data – data yang kami perlukan didalam membahas
perkembangan industri perkapalan di Indonesia ini. Semoga Industri Perkapalan
Indonesia semakin Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar