Selasa, 14 Juni 2011

KONSKAP II BAB IV

BAB IV
PUNTIRAN

4-1 PENDAHULUAN
Pada Bab ini dijelaskan bagian struktur yang mengalami puntiran sekitar sumbu longitudinal. Sebagian dari bab ini diisi dengan pembahasan bagian struktur yang berpenampang lingkaran atau berbentuk tabung. Dalam praktek, bagian-bagian struktur yang meneruskan momen puntir (torque), seperti poros motor, tabung momen puntir dan perlengkapan daya, dan seterusnya, sebagian besar mempunyai penampang lingkaran atau bentuk tabung.
Dalam pelayarannya, selain mengalami bending momen vertical atau horizaotal seperti yang telah kita pelajari di Bab sebelumnya, kapal juga akan mengalami puntiran. Puntiran pada kapal, biasanya timbul sebagai akibat peletakan barang yang tidak simetris terhadap bidang centre line (bidang diametral), yang biasanya hal ini kecil sekali pengaruhnya pada kekuatan kapal (ukuran bagian-bagian struktur penampang kapal).
Tetapi untuk kapal-kapal yang memiliki bukaan palka yang besar dan panjang, kita perlu melakukan pemeriksaan kekuatan penampang kapal (daerah bukaan) terhadap momen puntir yang timbul pada kapal ketika kapal pada posisi serong terhadap gelombang (quartering saes).

4-2 RUMUS PUNTIRAN
Untuk lebih mudahnya, kita awali pembahasan disini dengan melihat batang berpenampang lingkaran pejal. Pada kasus elastis, di mana tegangan adalah berbanding lurus dengan regangan dan yang belakangan ini berubah pula secara linier dari pusat sumbu puntiran, maka tegangan akan berubah pula secara linier dari sunibu pusat batang dengan penampang lingkaran. Variasi tegangan tersebut digambarkan pada Gambar 3-1. Tidak seperti pada kasus batang yang dikenai beban aksial, tegangan ini bukanlah dari intensitas serba sama (uniform intensity). Tegangan geser maksimum terjadi pada titik-titik yang terjauh dari titik pusat O dan dinyatakan dengan τmax Titik-titik ini, seperti pada Gambar 4-1, terletak pada irisan yang berjarak c dari titik pusat. Sementara itu, berdasarkan variasi tegangan yang linier, pada suatu titik tertentu pada jarak ρ dari O, maka tegangan geser adalah (ρ/c).τmax .
Apabila distribusi tegangan pada suatu irisan ditetapkan, maka perlawanan terhadap beban luar (momen punter) dalam bentuk tegangan puntir dapat dinyatakan.
Perlawanan terhadap momen puntir yang dikembangkan tersebut haruslah setara dengan momen puntir dalam. Karena itu suatu persamaan dapat dirumuskan sebagai berikut;












di mana integrasi mencakup semua momen puntir yang dikembangkan pada irisan dengan gaya-gaya kecil takberhingga yang bekerja pada jarak ρ dari sumbu bagian bangunan, yaitu O pada Gambar 4-1, dan meliputi semua luas A dari penampang irisan; sedang T adalah momen puntir perlawanan.

Pada suatu irisan tertentu, τmax dan c adalah konstan, maka hubungan di atas dapat ditulis sebagai;
(4.1)

disebut momen inersia polar dari penampang luas, adalah suatu konstanta
pula untuk penampang luas tertentu. Dalam buku ini tetapan tersebut dinyatakan sebagai Ip. Untuk suatu potongan berbentuk lingkaran, dA = 2πρ.dρ, di mana 2πρ adalah keliling sebuah cincin dengan radius ρ dan lebar dρ.
Jadi
(4.2)
di mana d adalah diameter dari poros Iingkaran yang pejal. Bila c atau d diukur dalam meter, maka Ip mempunyai satuan m4 atau mm4,

Dengan menggunakan lambang Ip, untuk momen inersia kutub dari luas lingkaran,
maka Persamaan 3-1 dapat ditulis lebih seksama sebagai
(4.3)
Persamaan ini dikenal sebagai rumus puntiran (torsion formula) untuk poros-poros lingkaran yang menyatakan tegangan geser maksimum dalam bentuk momen puntir perlawanan dari ukuran-ukuran batang. Dalam penggunaan rumus ini, momen puntir dalam dinyatakan dalam newton-meter (N.m), c dalam meter, dan Ip dalam m4 atau mm4. Hal tersebut akan menghasilkan satuan dari tegangan geser puntir sebagai;

Atau biasa disebut pascal disingkat Pa dalam satuan SI.
Hubungan yang lebih umum dari persamaan 3-3 untuk tegangan geser pada sebuah titik tertentu pada jarak ρ dari pusat sebuah irisan adalah;
(4.3a)
Persamaan-persamaan 4-3 dan 4-3(a) terpakai dengan keampuhan yang sama pada tabung-tabung berpenampang lingkaran. karena penurunan kedua persamaan di atas menggunakan pengandaian yang sama. Kita perlu pula memodifikasikan momen inersia polar (kutub) Ip. Untuk suatu tabung, seperti dapat dilihat dalam Gambar 4-2, batas-batas integrasi untuk persamaan 4-2 adalah dari b ke c. Jadi untuk tabung melingkar;
(4.4)
Kemungkinan lain adalah satu (N.m) sama dengan satu joule (J).
atau dinyatakan lain sebagai: Ip untuk sebuah tabung melingkar adalah sama dengan; Ip untuk poros pejal dengan menggunakan diameter luar dikurangi dengan Ip untuk poros pejal yang menggunakan diameter dalam.
Untuk tabung-tabung yang tipis, bila b hampir sama dengan c, dan c - b = t ,
yaitu tebal tabung, maka Ip menjadi lebih sederhana yaitu;
(4.4a)
yang dalam banyak pemakaian cukup teliti.

Dari Persamaan 3-3, kita bisa memperoleh:

(4.5)
di mana Ip/c adalah parameter yang menentukan kekuatan kenyal sebuah poros. Untuk batang yang dibebani secara aksial, parameter demikian menunjukkan luas penampang suatu batang. Untuk poros yang pejal, Ip/c = πc3/2, di mana r adalah jari-jari luar. Dengan menggunakan pernyataan ini dan Pensamaan 4-5, niaka radius poros yang dikehendaki akan dapat ditentukan. Untuk poros yang berlobang, sejumlah tabung-tabung mempunyai harga Ip/c yang numeniknya sama, hingga soal tersebut akan mempunyai kemungkinan penyelesaian yang tidak berhingga banyaknya.
Berdasarkan definisi, 1 kW adalah kerja untuk 1000 N.m/s. Satu N.m/s adalah sama dengan I watt (W). Juga, ia dapat pula diambil dari dinamika di mana daya adalah sama dengan momen puntir yang dikalikan dengan sudut, diukur dalam radian, di mana poros berputan dalam satuan waktu. Untuk poros yang berputar dengan frekuensi f Hertz, maka sudut tersebut adalah 2πf rad/detik. Jadi, bila poros meneruskan momen puntir T yang konstan diukur dalam N.m, maka kerja per satuan waktu adalah 2πT N.m. Dalam satuan kilowatt akan momberikan;
(4.6)
di mana f adalah frekuensi dalam hertz dari poros yang meneruskan daya dalam kilowatt (kW). Persamaan ini mengubah daya kilowatt yang diberikan kepada poros menjadi suatu momen puntir yang konstan yang terjadi akibat penggunaan daya tersebut.
Bila poros berputar dengan N rpm (putaran per menit), maka Persamaan 3-6 mejadi;
[N.m] (4.6a)

CONTOH 4-1
Pilihlah sebuah poros padat untuk sebuah motor berdaya 8 kW yang bekerja pada frekuensi 30 Hz, Tegangan geser maksimum terbatas pada 55.000 kN/m2.

PENYELESAIAN
Dari Persamaan 4-6

Dan dari Persamaan 4.5

Jadi c = 0,00789 m atau d = 2c = 0,0158 m = 15,8 mm.
Untuk praktisnya maka poros dengan d = 16 mm untuk naksud contoh di atas.

CONTOH 4-2
PiIihlah poros-poros padat yang dapat meneruskan daya 200 kW masing-masing tanpa melebihi tegangan geser yang sebesar 70 x 106 N/m2. Salah satu dan ponos ini bekenja dengan putaran 20 rpm dan yang lainnya dengan 20.000 rpm.

PENYELESAIAN
Tãnda huruf I digunakan untuk poros berkecepatan rendah, sedang tanda huruf 2 untuk yang berkecepatan tinggi.
Dari Persamaan 4-6

Dengan cara yang sama T2 = 95,4 Nm

Dari Persamaan 4-5

dan d1 = 0,191 m = 191 mm.
Dengan cara yang sama d2 = 19,1 mm
Contoh ini melukiskan kecenderungan modern untuk menggunakan mesin-mesin yang berkecepatan tinggi dalam peralatan mekanis.
4-3 PUNTIRAN PADA KAPAL
Berbeda dengan poros pejal maupun berlubang, kapal lebih cenderung mirip dengan sebuah balok yang berongga berpenampang BxH dengan penguatan-penguatan di dalamnya.








































Pada gambar 4-3, terlihat bahwa badan kapal mengalami gaya hidrostatik yang besar dibagian kiri belakang dan bagian kanan depan. Gambar dengan garis putus-putus menunjukkan kadaankapal setelah dikenai gaya gelombang serong (quartering seas).
Untuk mengetahui tegangan puntir disepanjang kapal, maka kita harus melakukan:
1. Perhitungan resultante penyebaran gaya berat dan gaya tekan keatas pada setiap penampang lintang dengan jaraknya terhadap centre line, disepanjang kapal.
2. Perhitungan momen puntir pada setiap penampang lintang.
3. Total momen puntir pada penampang lintang sejauh x dari AP, yang merupakan penyebaran momen puntir sepanjang kapal.
Lebih jelasnya perhatikan gambar 4.4




























Selanjutnya untuk menghitung harga tegangan puntir pada penampang x, kita bisa menggunakan rumus 4-3 atau rumus 4-5;

Adapun momen inersia polar (kutub) Ip akan kita bahas pada BAB VI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar