BAB VI
MOMEN INERSIA PENAMPANG KAPAL
VI.1 MOMEN INERSIA
VI.1.1 Momen Inersia Terhadap Sumbu Melalui Titik Berat
Kebanyakan pembaca harus sudah mengenal metoda penentuan momen inersia I tersebut. Tetapi meskipun demikian prosedur penting dan metoda ini akan ditinjau kembali di bawah ini. Langkah pertama untuk mengevaluasi momen inersia I untuk suatu daerah adalah mendapatkan titik berat dan daerah tersebut. Kemudian suatu ∫ y2.dA dapat dilakukan terhadap sumbu horisontal yang melalui titik berat dan luas daerah tersebut. lntegrasi yang sesungguhnya terhadap daerah luas hanya dipenlukan untuk beberapa bentuk dasar seperti empatpersegi panjang, segitiga dan seterusnya. Setelah hal ini dilakukan maka kebanyakan luas irisan penampang yang dipergunakan dalam praktek
Sumbu-sumbu utama per definisi adalah sumbu di mana momen lembam sikuempat adalah maksimum atau minimum. Sumbu-sumbu ini selalu saling tegaklurus antara sesamanya. Hasil momen inersia yang didefinisikan oleh ∫ yz.dA akan menjadi nol untuk sumbu-sumbu utama ini. Sumbu simetri dan suatu daerah irisan penampang selalu sebuah sumbu utama.
Harga momen-momen inersia untuk beberapa ,bentuk sederhana bisa ditemukan pada setiap handbook teknik sipil dan mesin (bukan tabel profil dalam rule perkapalan). Untuk mendapatkan momen inersia I untuk suatu luas yang terdiri dari beberapa bentuk sederhana, maka diperlukan teorema sumbu sejajar (kadang-kadang disebut rumus perpindahan). Teorema tersebut dikembangkan sebagai berikut.
Daerah yang diperlihatkan dalam Gambar 6.1 mempunyai momen inersia I tenhadap sumbu horisontal yang melalui titik beratnya yaitu:
Iz = ∫A y2.dA ……(6.1)
di mana y diukur dari sumbu titik berat.
VI.1.2 Perpindahan Sumbu
Momen inersia I dari daerah yang sama terhadap sumbu x1 yang sejajar dan berjarak d terhadap sumbu x, didefinisikan sebagai
di mana seperti sebelumnya y diukur dari sumbu yang melalui titik berat. Dengan mengkuadratkan besaran-besaran di dalam tanda kurung dan menempatkan konstanta-konstanta ke luar tanda integral maka
Akan tetapi, karena sumbu dari mana y diukur adalah melalui titik berat dan daerah luas, maka ∫ y dA adalah nol.
Jadi;
Persamaan ini merupakan teorema sumbu sejajar. Teorema ini dapat dinyatakan sebagai berikut: Momen inersia suatu luas terhadap suatu sumbu adalah sama dengan momen inersia dari luas yang sama terhadap sumbu yang sejajar yang melalui titik berat luas tersebut, ditambah dengan hasilkali dari luas yang sama dengan kuadrat jãrak antara kedua sumbu.
VII.1.3 Momen Inersia Polar (kutub) Terhadap Titik Berat
Kita lihat penampang balok seperti dalam gambar 6.2 dibawah ini.
Momen inersia penampang terhadap titik pusat sumbu koordinat yang biasanya disebut momen inersia polar, dapat dituliskan sebagai berikut;
Kita tahu bahwa ρ2 = y2 + z2 sehingga momen inersia polar bias ditulis sebagai;
Jika kita pergunakan rumus diatas untuk perhitungan pada penampang kapal, maka rumus diatas berubah manjadi;
dimana: INA = momen inersia penampang kapal terhadap sumbu netral horizontal,
IH = momen inersia penampang kapal terhadap sumbu netral horizontal,
ICL = momen inersia penampang kapal terhadap centre line,
IV = momen inersia penampang kapal terhadap sumbu tegak.
VI.4 Momen Inersia Penampang Kapal
Untuk menghitung tegangan normal akibat bending, kita perlu menghitung momen inersia penampang kapal.
Jadi kita harus menetukan y yang merupakan jarak “titik berat bagian yang dihitung tegangannya” terhadap sumbu netral (garis mendatar dan garis vertical yang melalui titik berat penampang) serta menghitung momen inersia penampang I(x).
Seperti telah dijelaskan didepan bahwa; akibat beban momen lengkung yang bekerja pada badan kapal ,maka bagian penampang kapal yang mengalami tekanan dan posisinya mendatar (horizontal) sebelum dimasukkan kedalam tabel perhitungan momen inersia harus sudah diperhitungkan lebar efektipnya, dengan cara seperti pada uraian didepan.
Karena penampang lintang kapal mempunyai banyak bagian, maka menghitung momen inersianya tak dapat dihitung dengan memakai rumus dasar ( I = 1/12 b.h3 ) dan sebaiknya dilakukan dalam bentuk tabulasi seperti diperlihatkan pada tabel VI.1., tabel VI.2 dengan acuan gambar 6.3 .
Tabel VI.1 : Perhitungan momen inersia penampang terhadap sumbu horisontal
No. Nama Bagian Lebar
ℓ Tinggi
t Luas = A
= ℓ x t Lengan
z z.A z2.A I0 = 1/12 ℓ.t3
1 Lunas
2 Penump. 1
3 Penump. 2
4 Plt. Dasar 1
…..
…..
i ….. ℓi ti Ai zi zi.Ai zi2.Ai I0y i
Ai zi.Ai zi2.Ai I0y
zi = Jarak tegak titik berat bagian kegaris dasar.
zNA = titik berat gabungan diatas garis dasar.
Idsr = momen inersia seluruh penampang terhadap garis dasar.
IH = momen inersia seluruh penampang terhadap garis sumbu horisontal.
I0y = momen inersia bagian terhadap sumbu yang sejajar sumbu netral dan melalui titik berat bagian itu sendiri.
Tabel VI.2 : Perhitungan momen inersia penampang terhadap sumbu vertikal
No. Nama Bagian Lebar
ℓ Tinggi
t Luas = A
= ℓ x t Lengan
y y.A y2.A I0z = 1/12 ℓ 3.t
1 Lunas
2 Penump. 1
3 Penump. 2
4 Plt. Dasar 1
…..
…..
i ….. ℓi ti Ai yi yi.Ai yi2.Ai I0zi
Ai yi.Ai yi2.Ai I0z
yi = Jarak horisontal titik berat bagian ke centre line.
yG = titik berat gabungan terhadap centre line.
ICL = momen inersia seluruh penampang terhadap centre line.
IV = momen inersia seluruh penampang terhadap garis sumbu vertikal.
I0z = momen inersia bagian terhadap sumbu yang sejajar centre line dan melalui titik berat bagian itu sendiri.
Tabel di atas disusun untuk bentuk penampang yang simetris terhadap bidang tengah bujur kapal. Untuk pemasukan data dari “bagian yang berimpit dengan bidang tengah bujur kapal” kedalam tabel, ukuran tebalnya hanya dimasukkan setengah dari harga sebenarnya, ( misalnya ; penumpu tengah, sekat memanjang pada bidang tengah bujur kapal, dsb. ), sedang data bagian yang dipotong oleh bidang tengah bujur kapal ukuran lebarnya hanya dimasukkan setengah dari harga sebenarnya, ( misalnya ; lebar lunas datar ). Bagian yang lainnya hanya dimasukkan satu sisi saja, bagian kiri dari bidang tengah atau bagian kanan.
Jika penampang kapal tidak simetris terhadap bidang tengah bujur kapal, maka seluruh data ukuran dari bagian penampang kapal yang akan dihitung momen inersianya harus dimasukkan kedalam tabel perhitungan. Selanjutnya perhitungan dilaksanakan dengan rumus (6.8) dan (6.8a) untuk tabel VI.1 :
serta menggunakan rumus (6.9) dan (6.9a) untuk table VI.2 :
Karena pada umumnya keseluruhan bagian penampang mempunyai tebal yang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran lebarnya, maka dalam perhitungan momen inersia penampang bagian dapat dilakukan beberapa penyederhanaan sebagai berikut .
Marilah kita perhatikan gambar 6.4 diatas , I0y hanya dapat dihitung terhadap sumbu yang sejajar atau tegak lurus pada tebalnya. Jika bagian yang dihitung tidak sejajar dengan sumbu manapun ( misalnya; pelat tepi pada konstruksi alas ganda ) , maka sebagai pendekatan harga momen inersia penampangnya terhadap sumbu x’ adalah :
Iz’ = ( A.d2 )/12 ………………….(6.10)
dimana :
A = luas penampang bagian
d = proyeksi b pada sumbu y’
Untuk bagian yang melengkung, misalnya pelat bilga, maka bagian ini dipotong-potong menjadi beberapa bagian yang mendekati lurus, kemudian perhitungan masing-masing bagian dilakukan dengan mempergunakan rumus (7.10) seperti yang telah dijelaskan diatas.
Selanjutnya tegangan lengkung BE pada penampang x dapat kita hitung dengan mempergunakan persamaan (7.1) , dan harga momen inersia polar diperoleh dengan rumus (6.6) untuk menghitung besarnya tegangan puntir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar